Batam, investigasi.news — Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh oknum pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri dan Batam baru-baru ini, kini menuai sorotan tajam dari kalangan jurnalis lintas organisasi. Respons keras kali ini datang dari Dr. C. Hendri, S.Si., M.E., Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) Kepulauan Riau, sekaligus akademisi di salah satu universitas di Nagoya, Indonesia.
Dalam keterangannya, Dr. Hendri menyampaikan keprihatinannya terhadap pernyataan oknum pengurus PWI yang dinilai telah “offside” dalam menyampaikan pandangan terkait Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan profesionalisme insan pers. Ia menilai narasi yang dibangun oleh PWI terkesan memonopoli standar kompetensi jurnalis, seolah-olah hanya wartawan yang telah mengikuti UKW versi mereka yang berhak disebut profesional.
“Kami mengapresiasi organisasi besar mereka, tetapi jangan merasa paling hebat lalu merendahkan jurnalis lain hanya karena berbeda organisasi atau belum mengikuti UKW versi mereka. Narasi semacam ini bukan hanya arogan, tetapi juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” tegas Dr. Hendri.
Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan lex specialis yang menjamin kebebasan pers tanpa memberikan kewenangan monopoli kepada satu pun organisasi wartawan.
“Pasal mana dalam UU Pers yang menyebutkan bahwa hak konfirmasi hanya boleh dilakukan oleh wartawan yang sudah UKW? Ini tafsir yang menyesatkan. Jangan memprovokasi institusi agar menolak memberi informasi kepada jurnalis non-UKW. Itu bentuk pembungkaman hak publik untuk memperoleh informasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Hendri menekankan bahwa setiap organisasi pers memiliki struktur, kode etik, dan mekanisme pengawasan internal masing-masing. Karena itu, menurutnya tidak etis jika satu organisasi mencampuri atau mengintervensi urusan internal organisasi lain.
“Urus rumah tangga sendiri dulu. Jangan sibuk mengatur organisasi lain. Jika ada dugaan pelanggaran atau tindakan tidak patut dari oknum wartawan, silakan klarifikasi, jangan digeneralisasi atau asal menyerang. Kita semua sepakat untuk memberantas premanisme. Tapi mari perjelas dulu, premanisme yang dimaksud itu seperti apa?” ujarnya tajam.
Sebagai Ketua DPW PWMOI Kepri, ia juga menyatakan komitmennya untuk menjaga profesionalisme anggotanya dan membuka ruang pengaduan seluas-luasnya dari masyarakat, khususnya para kepala sekolah atau pejabat publik yang merasa tidak nyaman dalam berinteraksi dengan oknum wartawan.
“Kami sangat terbuka. Jika ada anggota PWMOI yang bertindak di luar etika dan profesionalisme, silakan laporkan kepada kami. Saya sendiri yang akan menegur. Kami punya mekanisme internal, dan kami tidak mentolerir penyalahgunaan profesi,” tegasnya lagi.
Di akhir pernyataannya, Dr. Hendri juga mengingatkan aparat penegak hukum (APH) untuk menjalin komunikasi yang setara dan konstruktif dengan seluruh organisasi wartawan, bukan hanya PWI.
“APH harus adil dan proporsional. Jangan hanya menjalin komunikasi dengan satu organisasi saja. Ada banyak organisasi pers yang sah, diakui, dan memiliki anggota yang juga profesional. Setiap organisasi memiliki tanggung jawab moral dan etis terhadap anggotanya masing-masing,” pungkasnya.
Pernyataan ini menjadi catatan penting bagi seluruh elemen dunia pers untuk kembali mengedepankan semangat inklusivitas dan kesetaraan, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan UU Pers.
Fransisco Chrons