Banjarmasin, Investigasi.news — Pengakuan dan perlindungan terhadap tanah ulayat sebagai bagian dari hak masyarakat hukum adat kembali ditegaskan pemerintah pusat. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI, Nusron Wahid, dalam Rapat Koordinasi Kepala Daerah se-Kalimantan Selatan (Kalsel) yang digelar di Ruang Rapat Aberani Sulaiman, Kantor Gubernur Kalsel, Kamis (31/7/2025).
Rakor yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, H. Muhammad Syarifuddin—mewakili Gubernur H. Muhidin—menghadirkan jajaran strategis mulai dari Ketua Komisi I DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, Kepala Kanwil BPN Kalsel, para bupati/wali kota, kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota, serta kepala SKPD lingkup Pemprov Kalsel.
Rapat ini menjadi forum penting dalam memperkuat sinergi pusat-daerah untuk mempercepat layanan pertanahan yang inklusif, berkeadilan, dan berpihak pada masyarakat adat.
“Tanah ulayat bukan hanya pengakuan formal di atas kertas. Negara harus hadir untuk memastikan perlindungan nyata di lapangan, termasuk pendaftaran dan pengelolaan hak-hak masyarakat adat,” tegas Menteri Nusron.
Dalam kesempatan itu, juga dilakukan sosialisasi pengadministrasian tanah ulayat bagi masyarakat hukum adat. Menteri Nusron menjelaskan bahwa hak ulayat memberikan keleluasaan bagi komunitas adat untuk mengelola tanah sesuai norma hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional.
Tak hanya fokus pada tanah ulayat, Menteri Nusron juga menyoroti rendahnya tingkat pendaftaran tanah di Kalimantan Selatan. Dari sekitar 3 juta bidang tanah yang ada, baru 59 persen yang terdaftar, dan hanya 41 persen yang sudah bersertipikat.
“Masih ada lebih dari 1 juta bidang tanah di Kalsel yang belum memiliki legalitas. Ini tantangan besar dan harus dijawab dengan percepatan program PTSL dan integrasi data bidang tanah dengan perpajakan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Nusron juga menekankan pentingnya percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai syarat mutlak untuk menarik investasi. Dari target 105 RDTR yang dibutuhkan di Kalsel, baru 22 yang tersedia, dan hanya 14 yang telah terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS).
“Tanpa RDTR, investor sulit masuk. Maka RDTR bukan sekadar dokumen teknis, tapi pintu masuk ekonomi daerah,” ujar Nusron.
Rakor ini diharapkan menjadi titik balik percepatan reformasi agraria dan tata ruang di Kalimantan Selatan, dengan penekanan kuat pada keterlibatan aktif daerah dalam melindungi hak adat dan membuka ruang investasi yang berkelanjutan.
Wahyu



