Setiap pagi, selepas salat Subuh, saya selalu menyempatkan diri duduk bersama para santri di masjid. Kebersamaan itu bukan sekadar untuk mengisi waktu, tapi menjadi ruang untuk saling menasihati dan memperdalam nilai-nilai kehidupan. Kadang saya mendengarkan mereka murajaah, kadang pula saya bergantian dengan Ustadz Rahmat menyampaikan tausiyah singkat kepada mereka. Setelah itu, jika ada waktu luang, saya lanjutkan pagi dengan joging ringan ke arah timur pondok.
Pagi itu, saya mengajak saudara Dodi—yang juga wali santri—untuk joging bersama ke arah Pasar Padang Baru. Jalur itu biasa dilalui masyarakat untuk olahraga pagi, terutama saat hari kerja, karena lebih dekat dan efisien dibanding joging ke pasar yang lebih jauh.
Saat melintas di depan pasar, mata saya menangkap sebuah ID Card tergeletak di atas aspal, agak basah. Saya berhenti, mengambilnya, dan mengelapnya dengan sarung yang saya pakai. Karena khawatir ada uang atau barang penting di dalamnya, saya meminta saudara Dodi menyaksikan saat saya membuka ID Card itu. Ternyata isinya hanya beberapa kartu dan identitas, dan saya langsung memotretnya dengan niat memudahkan pemiliknya menemukannya kembali.
Setelah saya cek, ID Card tersebut milik seorang pegawai bank BRI. Sambil melanjutkan langkah, saya berdoa dalam hati, “Ya Allah, semoga orang ini segera menemukannya kembali.” Saya tahu betul rasanya kehilangan barang berharga.
Saya pernah mengalaminya. Suatu Subuh, sepeda motor saya raib saat saya sedang salat di masjid. Awalnya hati ini kacau, tapi saya tenangkan diri dengan doa. Ajaibnya, motor itu kembali beberapa hari kemudian. Bahkan dari kejadian itu, saya justru berkenalan dengan Ketua Pengadilan Negeri yang sebelumnya tak pernah saya kenal, termasuk juga dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pengembalian motor tersebut. Begitulah Allah mempertemukan hamba-Nya melalui jalan yang tak disangka.
Saya juga pernah kehilangan dompet saat berada di sebuah masjid. Di dalamnya ada kartu-kartu penting—ATM, identitas, dan lainnya. Waktu itu saya benar-benar bingung. Sesampainya di rumah, saya buat pengumuman di Facebook lengkap dengan nomor WA dan HP. Doa saya waktu itu sederhana, “Ya Allah, kalaupun uangnya sudah tak bisa kembali, tak apa, tapi semoga kartu-kartunya kembali.”
Tak lama kemudian, telepon saya berdering. Seorang bapak menelepon dan mengabarkan bahwa ia menemukan dompet saya di pinggir jalan. Semua surat-surat masih utuh. Sekali lagi, saya menyadari bahwa dompet itu memang masih rezeki saya—dan lebih dari itu, saya dipertemukan dengan sosok baru yang menjadi kawan dalam silaturahmi.
Dari pengalaman-pengalaman itu, saya sadar: kehilangan bukanlah akhir. Ia adalah cara Allah membukakan pintu-pintu pertemuan, pembelajaran, dan rezeki yang lebih luas.
Sesampainya di rumah pagi itu, saya unggah informasi ID Card yang saya temukan ke media sosial, lengkap dengan nomor yang bisa dihubungi. Saya juga menuliskan bahwa jika pemilik tak bisa menjemput, saya siap mengantarkan. Karena saya tahu persis—kepanikan dan ketakutan saat kehilangan sesuatu bisa begitu mengganggu pikiran.
Beberapa jam kemudian, banyak komentar masuk dengan informasi tambahan. Hingga akhirnya, saya dihubungi langsung oleh pemilik ID Card tersebut. Kami berjanji bertemu, dan ternyata beliau adalah pimpinan cabang BRI Maninjau yang juga bertugas di bagian humas DPRD Agam. Kami saling berkenalan, dan ID Card itu saya serahkan langsung.
Maka dari itu, satu hal penting yang selalu saya pegang teguh: bersangka baiklah kepada Allah atas setiap peristiwa, terutama musibah. Karena bisa jadi, dari kehilangan itu, Anda sedang dipertemukan dengan takdir baik yang belum Anda kenal sebelumnya.
Kalau saja kita tahu betapa dalam rahmat Allah bekerja di balik hal-hal yang tampak buruk, kita tak akan pernah berhenti bersyukur.
Oleh: Hasneril, SE