Talaud, Investigasi.news – Aroma busuk korupsi di lingkup Pemerintah Kabupaten Talaud tahun anggaran 2024 kian menyengat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) mengungkap tiga modus korupsi yang diduga dilakukan secara sistematis oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Talaud. Skema kotor itu mencakup manipulasi anggaran, penyalahgunaan dana earmark, hingga penggelapan pembayaran untuk pihak ketiga.
Ketua DPW INAKOR Sulawesi Utara, Rolly Wenas, menyebut BPKAD bukan sekadar lalai, tetapi diduga menjadi pusat kendali dari operasi korupsi yang terstruktur dan masif. “BPKAD memiliki fungsi kunci dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan APBD. Kejanggalan yang ditemukan BPK tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan aktif mereka. Kami mendesak Kejati Sulut segera memeriksa Kepala BPKAD dan seluruh jajarannya,” tegas Rolly, Kamis (7/8).
INAKOR mengurai modus-modus yang menyeret BPKAD ke dalam sorotan tajam, yaitu:
- Manipulasi Anggaran:
APBD 2024 disusun dengan target pendapatan fiktif yang sengaja dibesar-besarkan. Tujuannya? Membuka ruang fiskal palsu agar bisa memasukkan belanja-belanja tidak sah. - Penyalahgunaan Dana Earmark:
Dana yang seharusnya digunakan sesuai peruntukan, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), malah dipakai menutup defisit operasional. Ini jelas pelanggaran berat terhadap aturan keuangan negara. - Penggelapan Dana Pihak Ketiga:
BPKAD diduga menahan pembayaran terhadap pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan proyek. Salah satunya adalah PT. MAP, yang hingga kini belum menerima pelunasan dari proyek jalan yang mereka kerjakan. Dana pembayaran tersebut diduga dialihkan ke pos yang tidak sah atau bahkan dicairkan secara ilegal oleh oknum tertentu di internal BPKAD.
“Ini bukan lagi maladministrasi. Ini sudah masuk ranah pidana berat. Gagal bayar terhadap rekanan adalah modus klasik untuk menyamarkan penggelapan anggaran,” beber Rolly.
INAKOR mendesak Kejati Sulut segera bertindak. Bukan hanya mengumpulkan dokumen, tetapi juga menyelidiki dengan serius seluruh alur keuangan dan aliran dana yang dikendalikan BPKAD. “Terlalu banyak kejanggalan yang seolah sengaja ditutup-tutupi. Kami minta Kejati Sulut jangan ragu menetapkan tersangka,” tandas Rolly.
Menurut INAKOR, perbuatan yang dilakukan BPKAD Talaud patut diduga melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8, serta Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksinya? Penjara seumur hidup dan denda miliaran rupiah.
Rolly menegaskan bahwa laporan INAKOR bukan tuduhan kosong. Pihaknya telah mengantongi bukti dan temuan audit BPK sebagai landasan kuat. “Kejaksaan jangan main-main. Ini ujian integritas mereka. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ke meja hijau,” katanya.
Kini, publik menanti keberanian Kejati Sulut dalam membongkar skandal korupsi berjamaah yang mencederai kepercayaan masyarakat dan menggerogoti keuangan daerah. Jika dibiarkan, bukan hanya uang negara yang hilang, tapi juga masa depan tata kelola yang bersih dan berintegritas di Talaud.
Sandi



