Bengkulu, Investigasi.news– Polemik mencuat di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu setelah mahasiswa mengeluhkan kewajiban mengikuti studi tour sebagai syarat akademik. Kegiatan yang diumumkan akan berlangsung pada bulan Juni 2025 itu dibebankan kepada mahasiswa dengan biaya sebesar Rp5.800.000, menuai kritik karena dianggap memberatkan dan sarat tekanan dari pihak dosen.
Surat pemberitahuan resmi dari Fakultas Hukum bernomor 890/UNIVED.F.7/E.1/II/2025 menyatakan bahwa studi tour akan dilaksanakan pada Juli 2025 ke empat kota, yaitu Jakarta, Bromo, Bali, dan Jogjakarta. Namun, informasi terbaru yang beredar di grup WhatsApp mahasiswa menunjukkan perubahan mendadak jadwal dan dugaan intimidasi terhadap mahasiswa yang tidak mampu mengikuti kegiatan tersebut.
Dalam salah satu pesan WhatsApp yang dikirim oleh Dosen dengan inisial Sandi A., disebutkan:
“Saya tunggu konfirmasi terakhir tanggal 14. Lewat dari tanggal tersebut mohon konfirmasi ke prodi mau seperti apa. Karena mengingat studi tour syarat untuk melaksanakan ujian proposal dan skripsi. Apabila tidak dapat melaksanakan studi tour tahun ini maka ujian proposal dan skripsi belum dapat dilaksanakan,” tulisnya pada Minggu (12/5).
Pernyataan tersebut sontak memicu keresahan di kalangan mahasiswa. Banyak dari mereka merasa keberatan, terutama karena tidak semua mahasiswa mampu membayar biaya perjalanan yang cukup besar. Bahkan, dalam pesan yang sama, dosen tersebut menegaskan bahwa mahasiswa yang tidak ikut studi tour tahun ini tidak akan bisa melanjutkan proses akademik.
“Yang tidak bisa ikut studi tour tidak jadi masalah, bisa ikut tahun depan. Bagi yang tidak bisa ikut, tidak memprovokasi kawan-kawan lain untuk tidak ikut juga, karena yang provokatif untuk menyampaikan ke pak Helmi Hasan dan membagikan nomor WA Helmi Hasan, sudah sampai ke Pak Dekan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Sandi A. meminta agar dirinya dijadikan admin grup WhatsApp agar dapat mengeluarkan mahasiswa yang dianggap “provokatif”.
“Tolong jadikan saya admin grup agar saya dapat mengeluarkan orang provokatif ini,” tegasnya.
Salah satu mahasiswa kemudian memberanikan diri menyampaikan keluhan kepada Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan. Dalam pesan yang beredar luas, mahasiswa tersebut menulis:
“Kami selaku mahasiswa Universitas Dehasen Bengkulu menginformasikan bahwa mahasiswa khususnya jurusan hukum diwajibkan mengikuti studi tour… namun banyak dari pihak kami keberatan dan terkendala dengan biaya keberangkatan tersebut… menurut informasi yang Bapak telah sampaikan, bahwa study tour telah ditiadakan. Mohon tindak lanjut atas permasalahan ini Pak,” tulis mahasiswa yang tak disebutkan namanya.
Pihak kampus hingga saat ini belum memberikan klarifikasi terbuka. Namun isu ini telah menarik perhatian publik, terutama karena menyangkut dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pemaksaan kewajiban akademik dengan konsekuensi yang tidak proporsional.
Aktivis pendidikan dari Bengkulu, yang meminta namanya tidak disebut, menilai tindakan tersebut tidak etis dan bisa melanggar prinsip keadilan dalam pendidikan tinggi. “Kalau kegiatan tambahan seperti study tour dijadikan syarat skripsi, itu sangat bermasalah. Apalagi jika dibarengi dengan tekanan seperti itu,” ujarnya.
Redaksi Investigasi.news akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan mencoba menghubungi pihak rektorat Universitas Dehasen Bengkulu untuk klarifikasi lebih lanjut.
Ony