Pulang Pisau, investigasi.news– Udara Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, terasa lebih khidmat dari biasanya. Ratusan warga mengenakan balutan busana tradisional Dayak, berpadu dalam ritual sakral yang tak sekadar menjadi simbol adat, tapi juga kekuatan spiritual komunitas: Pakanan Sahur dan Mamapas Lewu.
Turut hadir Bupati Pulang Pisau, H. Ahmad Rifa’i, dan Wakil Bupati, H. Ahmad Jayadikarta, yang menyatu bersama masyarakat mengikuti setiap rangkaian adat penuh makna. Bertempat di Lapangan Serbaguna Desa Tuwung, prosesi ini berlangsung khidmat dan meriah, menandai tekad kuat masyarakat dalam merawat warisan budaya leluhur.
Prosesi dimulai dengan doa adat dan penyajian sesajen khas seperti beras kuning, pisang raja, sirih pinang, dan minuman tradisional. Deretan pemangku adat dan tetua kampung memimpin jalannya upacara dengan lantunan mantra yang menggetarkan jiwa. Ritual ini diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, sekaligus penyucian kampung dari segala energi negatif yang bisa mengganggu harmoni kehidupan.
“Tradisi ini adalah warisan spiritual dan kultural yang luar biasa. Kami dari Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada masyarakat Desa Tuwung yang terus menjaga nyala tradisi ini. Bukan hanya sebagai simbol adat, tapi juga sebagai kekuatan sosial dan pariwisata budaya,” ujar Bupati Rifa’i dalam sambutannya pada 15 Mei 2025.
Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan mamapas lewu, yakni pembersihan desa secara fisik dan spiritual. Air suci dipercikkan ke titik-titik keramat seperti jalan kampung, sungai kecil, hingga rumah-rumah adat. Aroma kemenyan memenuhi udara, menambah kesakralan prosesi. Di saat yang sama, warga dengan antusias membersihkan pekarangan rumah dan lingkungan sekitar—mewujudkan semangat gotong royong yang kini mulai langka di banyak tempat.
Wakil Bupati Ahmad Jayadikarta juga menegaskan nilai luhur dari ritual ini. “Mamapas Lewu mengajarkan kita tentang kebersihan lahir dan batin, tentang merawat alam dan menjaga hubungan dengan para leluhur. Ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tapi pendidikan karakter yang diwariskan turun-temurun,” katanya.
Puncak acara ditutup dengan tarian Mandau—tarian sakral khas Dayak yang menggambarkan keberanian, kehormatan, dan keseimbangan antara manusia dan semesta. Langkah kaki para penari, hentakan gendang, dan suara suling bambu berpadu dalam harmoni yang memukau.
Kehadiran kepala daerah dalam acara ini menjadi bukti bahwa pemerintah daerah tidak hanya mendukung, tetapi juga hadir secara langsung dalam menjaga kebudayaan sebagai identitas dan aset daerah.
Melalui ritual seperti ini, Desa Tuwung bukan hanya menjaga budaya—tapi juga memperkuat posisi Pulang Pisau sebagai destinasi budaya yang sarat makna, spiritualitas, dan kebersamaan. Harmoni antara manusia, alam, dan leluhur bukan hanya mimpi, tapi kenyataan yang hidup di tengah masyarakat Dayak.
Zulmi