Malut, Investigasi.news – Penen raya komoditas lokal jenis Cengkeh merata terjadi di Kepulauan Sula, bahkan juga terjadi di Kabupaten sebelah yang lahir dari rahim Sula yakni Kab. Pulau Taliabu, namun panen raya kali ini sedikit membawa duka karena anjloknya harga.
Bagaimana tidak membuat petani bersedih, harga cengkeh yang biasa diangka Rp 130-135 ribu perkilogram, sekarang harganya terjun bebas pada kisaran Rp 60-65 ribu setiap kilogramnya, paling bagus ada yang beli dengan harga jual Rp 70-75 ribu.
Awak media investigasi yang mendatangi tempat-tempat pembelian komoditas lokal di kota Sanana, mendapati sedikit petani yang menjual hasil panen cengkehnya dengan harga murah karena tidak ada pilihan.

“Tidak imbang dengan harga perawatan sampai dengan panen, kita lepas dengan harga ini jelas merugi tapi kita tidak punya pilihan”, ujar salah seorang petani cengkeh yang ditemui di Gudang pembelian komoditas lokal di desa Mangon depan SPBU (21/7).
Sedangkan petani cengkeh lainnya memilih tidak menjual hasil panennya sambil menunggu harga stabil.
”Kita tunggu harga bagus baru kita lepas, biar kita panen, kita keringkan dan simpan”, ujar SD petani cengkeh dari desa Auphonia di Kecamatan Mangoli Selatan.
Senada dengan petani cengkeh di Auphonia, petani cengkeh di desa Kawata-Kecamatan Mangoli Utara Timur juga memilih tidak melepas hasil panennya sambil menunggu harga stabil.
“Semoga harga bisa secepatnya kembali normal, dan semoga juga ada peran dari pemerintah daerah untuk menstabilkan harga cengkeh”, ujar petani di desa Kawata.
Sementara itu, hasil dari wawancara investigasi dengan pembeli hasil komoditi lokal ditemukan jawaban yang membuat harga beli cengkeh menurun drastis.
”Panen raya kali ini merata hampir di semua daerah, sehingga stok banyak, supplier pabrik rokok menurunkan harga karena tadi ketersedian barang melimpah”, ujar Aan pembeli hasil komoditi lokal seperti Cengkeh, Kopra, Pala dan Cokelat.
Lanjut tambah Aan, harga beli Cengkeh di Kabupaten Sula dan di Provinsi Ternate tidak jauh beda, untuk itu Aan menyarankan jika petani tidak mau merugi tahan dulu barangnya (Cengkeh-red) sampai harga menjadi normal kembali.
”Keputusan harga beli di kita itu setiap hari Senin, makanya untuk minggu ini di kisaran Rp 60-70 ribu, kemudian harga di Sanana dengan Ternate itu beda tipis saja, mungkin yang mempengaruhi hanya biaya distribusi, tapi sangat tipis, karena untuk harga semua patokannya pabrik roko”, ungkap Aan.
Senada dengan Aan, Ko Tiong pembeli komoditi lokal di desa Fagudu (belakang pertokoan) juga menyampaikan hal yang sama, bahwa Cengkeh konsumsi terbesarnya untuk pabrik rokok, sedang untuk bahan makanan atau lainnya itu hanya berapa persen saja, sehingga yang mempengaruhi harga Cengkeh tentunya supplier pabrik rokok.

“Harga begini sudah karena stok banyak”, ucap Ko Tiong.
Namun dibalik harga cengkeh yang turun drastis ada komoditi lokal lainnya yang harganya stabil atau bahkan mengalami kenaikan, misalnya saja Kopra yang biasa diangka Rp 500 ribu per 100 kilogram sekarang naik menjadi Rp 700 ribu, untuk Pala stabil dikisaran Rp 60-70 ribu, cokelat juga relatif masih bagus harganya.
Kini tinggal bagaimana peran pemerintah daerah melalui Perusda, Bagian Ekonomi dan Disperindagkop untuk membantu petani Cengkeh di Sula agar bisa menjual hasil panen mereka tanpa mengalami kerugian yang mendalam.
Sampai berita ini ditayangkan, awak media kami masih berupaya menghubungi pihak Pemda Kab. Sula, baik itu Perusda, Kabag Ekonomi maupun Kadis Perindagkop.
RL