Pati, Investigasi.news – Perayaan Hari Tani yang berlangsung di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, pada Jumat, 27 September 2024, berubah menjadi ajang intimidasi setelah puluhan pegawai PT Laju Perdana Indah (PG Pakis) hadir di lokasi. Kehadiran pegawai perusahaan ini ditengarai sebagai upaya menekan para petani yang tengah memperingati Hari Tani, dan suasana damai pun berubah mencekam dengan adanya pemagaran lahan serta gerak-gerik para pegawai di sekitar area kegiatan.
Perusahaan gula tersebut mengklaim masih memiliki hak atas tanah garapan yang digunakan oleh petani, meskipun Hak Guna Bangunan (HGB) perusahaan itu telah berakhir tepat pada tanggal yang sama, 27 September 2024. Berdasarkan ketentuan Pasal 46 dan 47 PP No. 18 Tahun 2021, PT Laju Perdana Indah sebenarnya sudah tidak lagi berhak atas lahan tersebut, sehingga tindakan mereka memicu protes dari masyarakat setempat.
Intimidasi dan Pemagaran
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang melaporkan bahwa sekitar 30 pegawai PT Laju Perdana Indah terlibat dalam aksi intimidasi terhadap peserta peringatan Hari Tani yang diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo. Selain itu, pegawai perusahaan juga melakukan pemagaran di area lahan yang tengah digarap oleh para petani.
“Sejak tanggal 26, mereka sudah mulai datang. Hingga kini, mereka masih berkeliaran di sekitar lokasi kegiatan,” kata Fajar Muhammad Andhika, tim hukum petani Desa Pundenrejo. Ia menegaskan bahwa kegiatan yang diadakan oleh warga, seperti istighosah akbar, diskusi publik, hingga kesenian rakyat, semestinya berlangsung damai. Acara dengan tema ‘Ngurip-Nguripi Lahan’ tersebut justru dicemari dengan perlakuan intimidatif dari pihak perusahaan.
Pelanggaran Hak Asasi dan Kebebasan Berekspresi
Langkah PT Laju Perdana Indah tidak hanya melanggar aturan terkait kepemilikan tanah, tetapi juga mencederai hak asasi manusia, khususnya kebebasan berekspresi dan berpendapat. Fajar Muhammad menekankan bahwa intimidasi ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat.
“Perusahaan tidak seharusnya melakukan intimidasi, apalagi di saat warga tengah memperingati Hari Tani yang menjadi hak demokratis mereka. Ini jelas dilindungi oleh konstitusi,” tambahnya.
Tuntutan Petani Pundenrejo
Sebagai respons atas insiden ini, petani Pundenrejo bersama mahasiswa dan masyarakat yang bersolidaritas mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap untuk mengecam tindakan intimidasi tersebut. Berikut beberapa poin tuntutan mereka:
1. Mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan PT Laju Perdana Indah karena melanggar hak kebebasan berekspresi dan menciptakan ketidakamanan bagi warga.
2. Menuntut aparat kepolisian agar tidak terlibat atau mendukung tindakan intimidasi tersebut.
3. Mendesak Kementerian ATR/BPN untuk tidak menerima permohonan perpanjangan izin dari PT Laju Perdana Indah.
4. Meminta Komnas HAM segera turun tangan untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo.
5. Menuntut perlindungan khusus bagi petani perempuan yang merasa terancam oleh tindakan intimidatif.
Perjuangan Petani yang Tertindas
Kejadian ini menambah panjang deretan kasus penindasan terhadap petani di Indonesia, yang ironisnya terjadi di momen peringatan Hari Tani. Para petani berharap agar pemerintah, lembaga hukum, dan instansi terkait segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan segala bentuk intimidasi serta mengembalikan hak pengelolaan lahan kepada rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
“Kami petani sebagai rakyat menyampaikan aspirasi agar pemerintah memikirkan nasib para petani yang ada di Indonesia ini” tutup salah satu perwakilan petani Pundenrejo.
Dengan meningkatnya sorotan publik, para petani kini menunggu keadilan dari pemerintah dan berharap tanah yang menjadi sumber penghidupan mereka tidak dirampas oleh korporasi besar tanpa dasar hukum yang sah.
Arif