Hari Jumat itu, hujan membasahi Kota Lubuk Basung. Meski jam pulang telah tiba, hampir semua pegawai masih bertahan di kantor karena mayoritas menggunakan sepeda motor dan enggan menerobos hujan.
Di lingkungan Sekretariat DPRD Agam, terdapat delapan orang Praja Muda dari IPDN yang sedang menjalani masa magang. Mereka tersebar di beberapa ruangan. Kebetulan saya sedang menjalankan tugas luar daerah, sehingga belum sempat berinteraksi secara langsung dengan mereka. Meski tidak ada praja yang magang di ruangan saya, sesekali kami saling menyapa saat berpapasan—sebatas senyuman.
Sore itu, saat saya hendak keluar dari kantor, saya melihat empat orang Praja Muda laki-laki tengah duduk di lobi, tampak serius mendiskusikan sesuatu. Mereka menghampiri dan menyapa dengan sopan.
“Saya ingin membuat plakat kenang-kenangan, Pak. Tapi di Lubuk Basung tidak ada yang bisa menyelesaikannya sebelum hari Senin,” ujar salah seorang dari mereka.
“Selasa kami sudah harus berpisah, Pak. Jadi Senin adalah batas akhirnya,” tambahnya dengan nada sedikit cemas.
Walaupun belum mengenal mereka secara dekat, hati saya tergerak untuk membantu. Saya memiliki hubungan emosional dengan para alumni APDN, STPDN, hingga IPDN yang pernah bertugas di Agam. Selama lebih dari lima tahun, saya pernah bekerja di bawah pimpinan lulusan APDN dan tinggal bersama sahabat dari STPDN. Kedekatan itu membuat saya merasa wajar untuk membantu adik-adik Praja Muda ini.
Saya pun mencoba menghubungi beberapa toko plakat di Kota Padang. Namun, sebagian besar menolak karena tidak sanggup menyelesaikan dalam waktu singkat, kecuali jika memesan dalam jumlah banyak. Sementara itu, di ponsel saya sudah ada desain plakat yang dikirim oleh mereka. Saya pun berjanji akan mencarikan solusinya keesokan harinya, setelah menghadiri acara di UNP.
Esok harinya, seusai mengantar istri ke acara di UNP, saya berkeliling ke sejumlah toko plakat di Padang. Beberapa tempat saya sambangi dan hubungi, namun hasilnya nihil. Meski begitu, saya tak menyerah. Setelah cukup lama mencari, saya akhirnya menemukan sebuah toko yang bersedia mengerjakan satu buah plakat dan berjanji akan menyelesaikannya hari itu juga.
Saya menjelaskan bahwa plakat itu sangat penting dan harus digunakan Selasa, karena menjadi bagian dari momen perpisahan mereka. Mendengar hal itu, pihak toko menunjukkan empati dan bersedia mempercepat proses pengerjaan.
Saya pun pamit dan mengatur agar plakat tersebut dikirim lewat travel, karena saya harus kembali ke Lubuk Basung pukul 14.00 WIB. Namun, tak lama setelah selesai salat Zuhur di salah satu masjid dalam perjalanan, saya menerima telepon dari toko tersebut yang mengabarkan bahwa plakat sudah siap.
Dengan rasa haru dan syukur, saya segera kembali ke toko itu dan mengambil plakatnya sendiri. Hari itu, saya bukan hanya berhasil membantu menyelesaikan sebuah permintaan sederhana, tapi juga menambah sahabat baru. Pertama, dari para Praja Muda—terutama Afnan dan kawan-kawan. Kedua, dari pemilik dan karyawan toko plakat yang tulus membantu.
Sebagai bentuk penghargaan dan kenang-kenangan, saya memberikan buku biografi saya, “Meniti Jalan Ilahi”, kepada mereka. Semoga kisah singkat dan persahabatan yang terjalin ini menjadi kenangan indah di akhir masa magang mereka.
Kisah ini menyadarkan kita, bahwa tidak ada tindakan baik yang terlalu kecil untuk dilakukan. Sebuah plakat mungkin terlihat sederhana, tetapi di baliknya tersimpan ketulusan, kepedulian, dan nilai persahabatan yang begitu berarti.
Oleh: Hasneril, SE