Oleh: Hasneril
Pimpinan Pondok Pesantren Alquran Darul Inqilabi (PADI) Lubukbasung
Setiap malam selepas salat Isya, para santri Pondok Pesantren Alquran Darul Inqilabi (PADI) Lubukbasung mendengarkan tausiyah dari Ayah Hasneril, pimpinan pondok pesantren. Tausiyah tersebut selalu mengingatkan mereka akan pentingnya kejujuran, adab, dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Selepas tausiyah, mereka kembali ke asrama dengan berjalan kaki sejauh 100 meter, sembari berzikir, berbincang, atau mengulang hafalan. Aktivitas ini bukan sekadar rutinitas, melainkan ladang pembelajaran hidup bagi para santri.
Namun, pagi tadi rabu 4 Desember 2024, sebuah peristiwa sederhana namun penuh makna terjadi. Ghozy, santri kelas tujuh, menemukan uang Rp100.000 di jalan yang mereka lalui. Setelah memastikan bahwa itu benar uang, ia segera membawa temuannya ke asrama. Di sana, ia bertanya kepada abang senior dan teman-temannya apakah ada yang merasa kehilangan uang. Meskipun ada peluang untuk mengklaim uang itu, semua santri dengan jujur menjawab tidak.
“Uang ini akan saya serahkan ke Ayah besok pagi,” ujar Ghozy dengan tegas.
Keesokan paginya, sebelum salat taubat, Ghozy menemui Ayah Hasneril di mushala. Ia menyerahkan uang tersebut sambil berkata, “Ayah, uang ini saya temukan di jalan tadi malam. Tidak ada yang merasa kehilangan, jadi saya serahkan kepada Ayah. Saya tidak ingin mengambilnya karena itu bukan hak saya.”
Setelah berdiskusi dengan para santri, uang tersebut akhirnya disepakati untuk disedekahkan kepada Mushala Rahaduljannah, tempat para santri melaksanakan salat dan mengaji.
Peristiwa ini sederhana, namun memiliki nilai-nilai mendalam yang dapat menjadi teladan, tidak hanya bagi santri, tetapi juga bagi siapa saja.
Kejujuran yang ditunjukkan oleh Ghozy adalah refleksi dari hati yang bersih. Di tengah godaan untuk menyimpan uang yang ia temukan, Ghozy memilih untuk bertindak jujur. Sikap ini menunjukkan bahwa kejujuran tidak hanya diucapkan, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama ketika tidak ada yang mengawasi.
Dalam Islam, sesuatu yang bukan hak kita tidak boleh diambil. Sikap Ghozy yang menyerahkan uang tersebut kepada pihak yang lebih berwenang adalah bentuk kesadaran bahwa semua harta harus dipertanggungjawabkan. Ini adalah pelajaran penting tentang amanah, bahwa setiap temuan harus dikembalikan kepada pemiliknya atau digunakan untuk kemaslahatan bersama.
Keputusan para santri untuk menyedekahkan uang tersebut adalah bentuk kebersamaan dan empati mereka. Mereka memilih untuk tidak memanfaatkan uang itu secara pribadi, tetapi menggunakannya untuk kebaikan bersama, yakni mushala tempat mereka beribadah.
Apa yang dilakukan Ghozy tidak terlepas dari pendidikan yang ia terima di Pondok PADI Lubukbasung. Kejujuran, adab, dan nilai-nilai akhlak lainnya senantiasa diajarkan oleh Ayah Hasneril dan para ustazah. Lingkungan pesantren yang mendukung pembentukan karakter mulia ini menjadi fondasi penting bagi para santri.
Sikap Ghozy menjadi contoh nyata yang menginspirasi teman-temannya. Ia menunjukkan bahwa kejujuran adalah salah satu wujud ketaatan kepada Allah. Kisah ini mengajarkan bahwa tindakan sederhana seperti mengembalikan barang temuan memiliki dampak besar dalam membangun karakter pribadi dan komunitas.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai akhlak yang ditanamkan sejak dini memiliki dampak besar pada kehidupan seseorang. Kejujuran yang diperlihatkan Ghozy bukan hanya cerminan dari apa yang ia pelajari di pesantren, tetapi juga bukti bahwa nilai-nilai mulia tersebut telah mengakar dalam dirinya.
Semoga cerita ini menjadi motivasi bagi kita semua untuk selalu bersikap jujur, menjaga amanah, dan menjadikan adab serta akhlak sebagai pedoman hidup, di mana pun kita berada.
***
