Agam, Investigasi.news – Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Agam, Ais Bakri, memimpin rapat dengar pendapat untuk membahas berbagai permasalahan terkait BPJS Kesehatan. Rapat yang digelar pada Rabu (18/11) itu dihadiri oleh anggota Komisi IV DPRD Agam, yaitu Suhermi (Sekretaris Komisi IV), Neldarwis, dan Refda Santia, SKM, bersama Kepala BPJS Agam, Yossi Susvita. Turut hadir pula perwakilan Dinas Sosial, pendamping komisi, serta para wali nagari se-Kabupaten Agam.
Ketua Komisi IV, Ais Bakri, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan kunjungan lapangan ke Nagari Kapau dan Puskesmas Kapau, serta Puskesmas Biaro di Kecamatan IV Angkek. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi dan mendengar langsung berbagai keluhan masyarakat mengenai pelayanan BPJS.
“Kami menemukan sejumlah persoalan, seperti di Puskesmas IV Angkek yang harus mengembalikan uang kapitasi sebesar Rp100 juta karena adanya data peserta BPJS yang telah meninggal tetapi belum diperbarui. Rapat ini bertujuan untuk mencari solusi agar masalah serupa tidak terulang,” ujar Ais Bakri.
Kepala BPJS Agam, Yossi Susvita, menjelaskan bahwa Pemkab Agam masih memiliki tunggakan iuran BPJS sejak tahun 2023 hingga 2024. Pada tahun 2025, pemerintah menganggarkan Rp42 miliar, namun alokasi ini hanya mencakup pembayaran selama sembilan bulan dan belum termasuk tunggakan tahun-tahun sebelumnya.
“Kuota kepesertaan BPJS di Agam sebanyak 90.000 jiwa, sedangkan jumlah peserta saat ini mencapai 89.881 jiwa. Validasi data perlu dilakukan secara rutin setiap semester agar peserta yang telah meninggal atau pindah dapat digantikan oleh masyarakat lain yang lebih membutuhkan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah perlu meningkatkan upaya untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC), sesuai dengan target nasional. Hingga saat ini, Kabupaten Agam baru mencapai 96,4%, dan pada tahun 2025 diharapkan dapat meningkat menjadi 98%.
Sementara itu, perwakilan Dinas Sosial, Azmar, menyoroti sejumlah masalah terkait kuota BPJS dan data kepesertaan. Ia menjelaskan bahwa dari tahun 2014 hingga 2023, terdapat sekitar 29.000 peserta Jaminan Kesehatan Sosial (JKS) yang tidak memanfaatkan layanan BPJS, namun tetap dibayarkan iurannya.
“Terkait bayi baru lahir (BBL), jika usia bayi di bawah tiga bulan, ia masih terdaftar dalam BPJS ibu. Namun, setelah tiga bulan, statusnya akan otomatis nonaktif. Oleh karena itu, orang tua diharapkan segera mengurus Kartu Keluarga (KK) agar bayi dapat terdaftar sebagai peserta BPJS,” jelas Azmar.
Ia juga menekankan bahwa validasi data penerima BPJS dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) harus dilakukan melalui musyawarah nagari. Selain itu, sesuai aturan, pegawai negeri sipil (PNS), perangkat nagari, dan pegawai yang menerima pendanaan dari APBN atau APBD tidak boleh masuk dalam DTKS.
Dalam rapat yang berlangsung cukup alot, Ais Bakri menegaskan pentingnya komunikasi dan koordinasi antara BPJS dan wali nagari. Ia meminta agar data peserta yang dinonaktifkan oleh BPJS disampaikan secara resmi kepada nagari untuk menghindari kebingungan dan ketidaktepatan pembayaran.
“Semua persoalan ini harus segera ditindaklanjuti, baik oleh Dinas Sosial maupun BPJS, agar masyarakat tidak dirugikan. Data yang akurat dan valid sangat penting untuk memastikan pelayanan yang optimal,” pungkas Ais Bakri.
Daji