Istri korban yang diduga salah tangkap ungkap rasa trauma. Sampai saat ini kami anak beranak masih trauma. Suami saya dibawa sehat -sehat saja. Pulangnya babak belur, hati istri mana yang takan Menangis.
Pasbar, Investigasi-News – Pasca penangkapan Mustafa dan dugaan penganiayaan yang dialaminya oleh sejumlah oknum anggota Polisi satuan reserse kriminal (Satreskrim) Polres Pasaman atas tuduhan pembakaran satu unit alat berat jenis excavator (diduga untuk tambang emas ilegal-red) yang terjadi di Sinoangon, Nagari Cubadak, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman masih menyisakan trauma yang kuat bagi dia, istri dan anak-anaknya.
Yesrita istri Mustafa menuturkan sambil menghela napas panjang mengingat kejadian pada malam itu,sambil meneteskan air matanya menjelaskan pada wartawan bahwa saat kejadian suaminya ditangkap ia dan ketiga anaknya tengah berada di rumah ia merasa terkejut dan takut atas kejadian itu. Ada apa ini suami saya langsung di ciduk dan dibawa. Hati siapa yang tidak hancur melihat suaminya di tangkap polisi apa lagi kami orang kampuang yang tak tau apa-apa.
“Waktu itu ketika suami saya dibawa saya merasakan takut, terkejut dan berlari menghampiri suami saya bahkan sampai orang tua saya pingsan di tengah jalan, saya menjerit minta tolong agar suami saya diturunkan dulu untuk melihat orang tua saya yang pingsan namun tidak dihiraukan”, ujarnya mengingat kembali kejadian itu, Sabtu (10/09).
Tidak hanya Yesrita istri Mustafa, ketiga anaknya juga takut dan trauma terhadap kejadian itu.samlai saat ini kalau melihat orang asing yang tidak dia kenal dia trauma disangkanya orang tersebut menjemput ayahnya.
“Paska kejadian ini Anak-anak saya trauma, takut dan menangis mengingat kejadian ayahnya dibawa Polisi sampai – sampai mereka tidak mau lagi tidur di rumah, karena takut akan kejadian itu”, ungkapnya.
Terkait tuduhan pembakaran excavator terhadap suaminya Yesrita membantah hal itu.
“Saya pastikan bukan suami saya pelakunya karena saya saat kejadian suami saya tengah berada di rumah karena sakit, demi Allah kami baru mengetahui adanya kejadian pembakaran alat berat tersebut kira-kira seminggu setelah itu karena saya ikut suami saya dari rumah ke kampungnya di Sinuangon untuk berjualan”, ungkapnya.
Terkait dengan dugaan penganiayaan yang terjadi pada suaminya di Polres Pasaman, ia meyakini kuat hal ini terjadi dengan melihat kondisi suaminya saat keluar dari Polres Pasaman.
Yesrita Mengingat Lagi kejadian yang memilukan hatinya itu. Suaminya dibawa oleh anggota Polres Pasaman pada saat malam itu. Suaminya tubuhnya tidak ada lebam lebam.. Dia sehat sehat saja pada saat dia dibawa ke Polres Pasaman. Kami menyaksikan pada kejadian itu.. Tapi alangkah terkejutnya saya melihat kondisi suami saya pulang dari polres Pasaman. Melihat keadaan suami saya :yang lebam-lebam itu, telinganya bengkak, punggungnya lebam tampak jejak kayu di punggungnya.
Sejak kejadian itu ia menambahkan tidak terhingga rasanya beban yang mereka hadapi, bahkan hingga saat ini ia bersama anak-anaknya masih trauma.
“Sambil menangis dan seolah olah ingin minta perlindungan nampaknya. Iya menjelaskan pada malam (Jum’at,09/09) mereka datang lagi (anggota Propam Polres Pasaman) saya gemetar ketakutan. Mereka ber enam orang, namun saya belum membolehkan mereka masuk karena suami saya tidak di rumah dan saya juga katakan anak-anak saya sudah takut dan trauma melihat bapak bapak.
Atas kejadian ini ia berharap mereka bisa mendapatkan keadilan karena suaminya tidak bisa lagi mencari nafkah.
“Sudah empat bulan suami saya tidak bisa lagi mencari nafkah untuk keluarga kami karena suami saya masih trauma atas kejadian yang menimpanya, padahal ia tulang punggung keluarga kami satu-satunya. Saat ini kami hanya menerima bantuan dari keluarga-keluarga kami untuk bisa makan, untuk itu kami sangat berharap keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya. Kami ingin persoalan ini juga bisa cepat terselesaikan”, tutupnya. (Ris)