Sijunjung, Investigasi.news – Dugaan keterlibatan PT Hakaaston dalam rantai pasokan material tambang ilegal semakin mencuat. Meski aktivitas tambang ilegal telah terhenti, upaya penegakan hukum tidak boleh berhenti di tengah jalan. Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas keterlibatan perusahaan ini, termasuk para pemasok yang diduga menjadi kaki tangan dalam praktik ilegal tersebut.
Sebelumnya, Investigasi.news memberitakan dugaan penerimaan material tambang ilegal oleh stone crusher PT Hutama Karya/Hakaaston yang beroperasi di Kenagarian Sungai Lansat, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Setelah pemberitaan ini mencuat, aktivitas pengambilan koral di Pulau Rengas, Kabupaten Dharmasraya—yang diduga menjadi sumber utama material ilegal—mendadak terhenti.
Tak hanya diduga menerima material dari sumber ilegal, PT Hakaaston juga disinyalir melakukan manipulasi dokumen untuk mengelabui pajak dan mengaburkan asal-usul bahan baku. Jika dugaan ini terbukti, maka perusahaan ini bukan hanya melanggar hukum pertambangan, tetapi juga bisa terjerat pasal terkait perpajakan dan pencucian uang.
Menurut sumber investigasi, pemasok material ke PT HK mengakui bahwa batu koral yang dikirim berasal dari Sungai Batang Hari, Pulau Rengas, Nagari Sitiung, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya. Namun, PT Hakaaston dalam pernyataannya mengklaim bahwa pemasok mereka adalah CV Tiga Putra, yang memiliki Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dengan lokasi izin di daratan, bukan di sungai.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan, memperkuat dugaan bahwa PT Hakaaston menggunakan dalih legalitas untuk menutupi sumber material ilegal.
“Jika mereka memang memiliki izin resmi, tunjukkan ke publik! Jangan hanya sekadar klaim. Kami ingin melihat titik lokasi izin galian C yang sah, apakah benar berada di darat atau justru di sungai, serta dokumen Amdal atau UKL-UPL yang sesuai aturan hukum,” tegas Koordinator LSM Ampera Indonesia, Edwar Hafri.
Masyarakat mendesak Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Gatot, agar tidak ragu menindak tegas PT Hakaaston serta pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ilegal ini. Pasalnya, meskipun penambangan ilegal jelas melanggar hukum, hingga saat ini belum ada satu pun pelaku industri yang dijerat, meski mereka terbukti menggunakan material ilegal dalam operasionalnya.
Menurut Edwar Hafri, penghentian mendadak aktivitas tambang ilegal di Pulau Rengas setelah pemberitaan ini mencuat justru semakin menguatkan indikasi adanya pelanggaran hukum.
“Jika mereka benar-benar memiliki izin resmi, seharusnya aktivitas tetap berjalan. Tapi mengapa setelah diberitakan, tiba-tiba berhenti? Ini menunjukkan ada sesuatu yang disembunyikan,” ujar Edwar.
Meski aktivitas tambang ilegal telah berhenti, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan proses hukum. Jika terbukti melanggar, PT Hakaaston dan pemasok material ilegal dapat dijerat dengan berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, serta peraturan terkait pajak dan lingkungan hidup.
“Aparat harus segera bertindak cepat, usut tuntas tidak hanya PT Hakaaston, tapi juga pemasoknya! Jangan hanya melihat kejadian terbaru, tetapi selidiki juga rekam jejak mereka dalam beberapa tahun terakhir. Jika dibiarkan, praktik ini akan terus berulang dan merugikan negara serta lingkungan,” tutup Edwar Hafri.
Diduga Terima Material dari Tambang Ilegal, Stone Crusher PT Hutama Karya Harus Diperiksa!
Tim