*Prolog*
Ketergantungan politik dan ekonomi sering kali menjadi penghambat bagi kemajuan daerah, terutama di wilayah seperti Kabupaten Kepulauan Sula. Dalam konteks ini, menciptakan kemandirian berpikir merupakan kunci untuk membangun masyarakat yang mampu mengambil keputusan secara rasional dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Berikut beberapa pendekatan untuk memahami dan mengatasi isu ini:
1. Konteks Ketergantungan Politik di Kepulauan Sula
Ketergantungan politik biasanya ditandai oleh hubungan patronase antara elite politik dan masyarakat. Dalam Pilkada Kepulauan Sula, praktik semacam ini sering terlihat dalam bentuk:
Politik uang: Memberikan insentif finansial untuk mengamankan suara.
Mobilisasi dukungan melalui bantuan sementara: Bantuan sembako, fasilitas umum, atau janji kerja hanya selama masa kampanye.
Dominasi elite politik tradisional: Keputusan masyarakat sering terpengaruh oleh figur tertentu atau partai politik dominan.
2. Ketergantungan Ekonomi sebagai Akarnya
Ketergantungan ekonomi menjadi salah satu alasan masyarakat sulit keluar dari pola politik patronase. Beberapa ciri ketergantungan ekonomi di Kepulauan Sula meliputi:
Keterbatasan peluang kerja lokal: Sebagian besar masyarakat bergantung pada sektor perikanan dan pertanian tradisional, yang rawan terhadap fluktuasi pasar dan cuaca.
Minimnya investasi di sektor produktif: Keterbatasan infrastruktur dan akses modal membuat perekonomian daerah berjalan stagnan.
Ketergantungan pada bantuan pemerintah: Subsidi atau bantuan sosial menjadi salah satu sumber utama ekonomi masyarakat.
3. Strategi Menciptakan Kemandirian Berpikir
Untuk mengatasi ketergantungan ini, upaya menciptakan masyarakat yang mandiri secara politik dan ekonomi sangat penting. Berikut langkah-langkah yang dapat diambil:
a. Pendidikan Politik dan Literasi Publik
Sosialisasi dan diskusi publik: Masyarakat harus diberikan pemahaman tentang hak dan tanggung jawab dalam demokrasi.
Pelibatan masyarakat dalam kebijakan daerah: Peningkatan partisipasi dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan).
Kritisme terhadap janji politik: Mengedukasi masyarakat untuk mengevaluasi tawaran politik berdasarkan gagasan, bukan bantuan material.
b. Penguatan Ekonomi Lokal
Diversifikasi ekonomi: Mendorong pengembangan usaha kecil dan menengah berbasis sumber daya lokal seperti pengolahan ikan, hasil laut, dan produk pertanian.
Pelatihan keterampilan: Memberikan akses pelatihan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal.
Peningkatan akses pasar: Memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
c. Peran Kepemimpinan Visioner
Pemimpin di Kepulauan Sula harus memiliki visi untuk mendorong transformasi struktural, seperti:
Memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas: Mengurangi ketergantungan masyarakat pada praktik politik transaksional.
Memprioritaskan pembangunan manusia: Investasi dalam pendidikan dan kesehatan sebagai landasan kemandirian masyarakat.
Kolaborasi multi-sektor: Mengajak investor dan mitra strategis tanpa mengorbankan kedaulatan ekonomi daerah.
4. Studi Kasus: Pilkada Kepulauan Sula 2024
Dalam Pilkada 2024, tawaran politik gagasan dari Paslon Bupati dan Wakil Bupati menjadi uji nyata. Jika salah satu Paslon berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui program-program yang bersifat transformatif, maka:
Masyarakat perlu didorong untuk mendukung visi tersebut.
Debat publik harus menjadi ajang untuk menggali komitmen nyata Paslon terhadap isu ketergantungan ini.
*Epilog*
Menciptakan kemandirian berpikir di Kepulauan Sula memerlukan sinergi antara edukasi politik, penguatan ekonomi, dan kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan jangka panjang. Studi kasus di Pilkada Sula 2024 dapat menjadi momentum untuk menilai apakah masyarakat mulai bergerak menuju pola pikir yang mandiri, atau masih terjebak dalam siklus ketergantungan lama.
Oleh: Mohtar Umasugi, S.Ag., M.Pd.I (Akademisi Sula).