Cilacap, Investigasi.news – Sejumlah wali murid SMPN 1 Gandrungmangu, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, mengeluhkan besarnya pungutan yang disebut sebagai “sumbangan wajib” oleh pihak sekolah. Salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa setiap tahun ia diwajibkan membayar sebesar Rp1.000.000. Bahkan, ada wali murid lain yang dikenai jumlah lebih besar.
“Kalau tidak bisa bayar langsung, boleh dicicil. Tapi tetap wajib lunas dalam waktu satu tahun,” ungkapnya kepada awak media, Kamis (10/04/2025).
Yang lebih memprihatinkan, wali murid tersebut mengaku bahwa dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya dinikmati oleh siswa, justru digunakan langsung untuk membayar cicilan sumbangan tersebut.
“Anak saya dapat bantuan PIP, tapi tidak pernah merasakan uangnya. Semua langsung dipotong untuk sumbangan. Kalau memang ini sumbangan sukarela, seharusnya tidak ditentukan nominalnya. Tapi ini seperti kewajiban,” ujarnya.
Untuk mengklarifikasi informasi tersebut, awak media mencoba menghubungi KO, Penjabat Kepala SMPN 1 Gandrungmangu. Saat ditemui di sekolah, KO sedang bersiap melaksanakan salat Jumat, sehingga klarifikasi dilakukan melalui pesan WhatsApp.
“Saya baru menjabat sebagai PJ Kepala Sekolah SMPN 1 Gandrungmangu tahun 2025. Mengenai iuran atau sumbangan, saya belum mengetahui secara pasti. Terkait nama Ayu yang tercantum dalam kuitansi pembayaran, tidak ada guru ataupun staf TU bernama Ayu di SMPN 1 Gandrungmangu,” jelas KO dalam pesan singkatnya.
Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan serius terkait prosedur pengelolaan keuangan di sekolah. Jika benar bahwa tidak ada staf resmi bernama Ayu, maka besar kemungkinan pengelolaan dana di sekolah tersebut telah disusupi pihak luar.
Menanggapi hal itu, wali murid yang sama kembali memberikan klarifikasi. “Ayu itu bukan guru, tapi bagian keuangan sekolah. Dia yang menerima uang dari kami,” tegasnya.
Masalah dugaan pungutan “sumbangan wajib” ini bukan hal baru. Salah seorang aktivis pendidikan, TO, menyatakan bahwa praktik serupa diduga marak terjadi di sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Cilacap. Menurutnya, Peraturan Menteri Pendidikan yang dijadikan dasar hukum penarikan sumbangan kerap disalahgunakan.
“Justru di sekolah negeri ada yang diduga menarik sumbangan melebihi sekolah swasta. Ini harus menjadi perhatian kepala daerah. Jika dibiarkan, praktik ini bisa mengarah ke pungutan liar (pungli),” kata TO.
TO juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan tindakan nyata. “Sudah saatnya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di sektor pendidikan Cilacap. Selama ini seolah-olah kebal hukum,” pungkasnya.
Tim