Jakarta, investigasi.news – Benarkah Software Mata-Mata Israel Masuk RI ?, Hal tersebut jadi pertanyaan dimana Indonesia sedang heboh soal alat mata-mata Israel. Perangkat Pegasus buatan NSO Group dikabarkan digunakan untuk menyadap dan menjebol HP warga RI.
Laporan Indonesia Leaks yang dipublikasikan beberapa media menyatakan kehadiran Pegasus dibuktikan dengan masuknya perangkat terkait di Indonesia.
Pegasus masuk melalui dua perangkat milik Q Cyber Technologies Sarl lewat Bandara Soekarno Hatta pada 2020 lalu. Indonesia Leaks, mengutip sumber dari Bea Cukai, mengonfirmasi hal tersebut dan alat dengan kode UKHI 1212635 datang pada 1 Desember 2020.
Sebetulnya, apa itu Pegasus dan seberapa canggih?
Pegasus sendiri merupakan spyware buatan perusahaan asal Israel NSO Group. Economic Times menyebutkan jika Pegasus sebagai Spyware terkuat yang pernah ada dan bisa masuk ke dalam ponsel baik Android serta iOS.
Spyware adalah program yang dirancang untuk menembus pertahanan keamanan di HP lewat “pintu belakang”. HP yang terinfeksi Spyware bakal mengirim informasi tentang aktivitas pemilik HP ke pihak ketiga.
Pegasus mampu mengeksplorasi bug yang belum ditemukan pada sistem operasi terkait. Jadi meski sudah menggunakan tambalan keamanan, keamanan ponsel masih bisa dijebol.
Keberadaan Pegasus pertama kali dilaporkan oleh 2016 oleh The Citizen Lab, organisasi keamanan siber asal Kanada. Spyware berhasil masuk ke dalam HP milik aktivis hak asasi manusia bernama Ahmed Mansoor. Pada September 2018, organisasi yang sama melaporkan 25 negara sudah terinfeksi Pegasus.
Kabarnya infeksi tersebut menggunakan teknik spear fishing melalui pesan teks atau email dengan link berbahaya. Tahun 2019, Pegasus dilaporkan menyusup ke WhatsApp dan bisa menghapus riwayat panggilan tidak terjawab.
Pada tahun yang sama, WhatsApp mengumumkan Pegasus berhasil mengeksploitasi bug di dalam aplikasi. Dalam kejadian itu, ada 1.400 HP Android dan IOS yang menjadi korban.
iMessage juga jadi aplikasi yang berhasil dimasuki Pegasus. Yakni dengan memasangnya melalui pemancar dan penerima radio di dekat korban.
Peretasan Bezos
Kasus peretasan itu sempat mencuat saat HP pemilik Amazon, Jeff Bezos kena retas dan terkait kematian jurnalis Kamal Khashoggi pada 2018.
NSO Group menjual Pegasus dan memungkinkan pemerintah mengakses perangkat terhubung ke internet. Menurut perusahaan, produk hanya dijual ke lembaga pemerintah meski aktivis hak asasi manusia menyebut perangkat juga dijual dan menyasar pengacara, jurnalis dan pembangkang yang menantang pemerintah.
Bukan hanya itu, sebuah investigasi oleh 17 organisasi media yang dipimpin Forbiden Stories menyebutkan ada 50 ribu nomor telepon jadi target Pegasus. Sejumlah tokoh juga jadi sasaran yakni Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Irak Barham Salih, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa hingga pimpinan WHO Tedros Ghebreyesus
Atas tudingan tersebut, NSO Group membantahnya. Dalam catatan CNBC Indonesia tahun 2020 terkait peretasan Bezos, perusahaan mengatakan produknya tidak bisa digunakan untuk nomor Amerika Serikat (AS).
“Seperti yang kami nyatakan dengan tegas pada April 2019 dengan pernyataan sama, teknologi kami tidak digunakan dalam hal ini. Kami mengetahui hal ini karena cara kerja perangkat lunak kami dan teknologi kami tidak dapat digunakan pada nomor telepon AS,” ujar NSO Group.
“Produk kami hanya digunakan untuk menyelidiki teror dan kejahatan serius. Setiap saran bahwa NSO terlibat adalah memfitnah dan perusahaan akan mengambil penasihat hukum untuk mengatasinya.”