Terkait Sengketa Tanah Di Ternate Maluku Utara, PB Formalut Gelar Demo

More articles

Jakarta, Investigasi.News – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam pengurus besar forum Mahasiswa Maluku Utara (PB Formalut), menggelar aksi demonstrasi di depan kantor perwakilan Provinsi Maluku Utara yang bertempat di jakarta, senin (29/5/23).

Dalam aksi tersebut, Koordinator lapangan Ubaidillah Daga, dalam orasinya menyampaikan, Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) jangan tinggal diam sebagai pemimpin, pikirkan langkah solusi terhadap rakyat ketika ada penggusuran warga di Kota Ternate di tiga kelurahan, yaitu Kalumpang, Kalumata dan Maliaro.

Ubaidillah Daga, yang merupakan PTKP PB-FORMMALUT JABODETABEK, juga menuturkan pada Oktober 1996, Sultan Ternate Drs. Mudafar Sjah, Bo Hk, mengeluarkan surat keterangan  terkait dengan tanah di Desa Kalumata kala itu, Sultan Ternate memberikan keterangan melalui surat yang menjelaskan Tanah di kalumata yang luasnya 1,5 Ha (satu hektar setengah) dalam surat tersebut tercantum nama yang memiliki hak atas tanah tersebut, yakni atas nama “Djasia Buka dan Sabur Buka” dan surat tersebut juga tertanda tangan atas nama Sultan dan Cap Kesultanan Ternate, bahkan dilampirkan materai.

Namun setelah berjalannya waktu ada salah satu oknum yang diduga bernama “Juharno” yang mana mengklaim dirinya memiliki sertifikat dan mengklaim dengan kuasa.

Bahkan yang lebih parahnya lagi “Juharno” diduga juga telah memanipulasi surat dengan mengatasnamakan Sultan Ternate Drs.Mudafar Sjah, Bo Hk. Yang isi suratnya menjelaskan bahwa sultan Ternate membatalkan surat keterangan atas kepemilikan dari “Djasia Buka dan Sabur Buka”, diduga aksi manipulasi surat yang dilakukan oleh Pihak Juharno.

Baca Juga :  Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jenguk Anggota Tertembak Saat Bertugas

Alfian Iswan Sangaji, yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Pelajaran Mahasiswa Halmahera Selatan, menyentil “Juharno”, konon pernah meminta warga setempat yang diklaim menduduki tanahnya untuk membayar rumah kepadanya, namun ada sebagian warga yang karena takut mereka membayar dan ada sebagian dari mereka tidak mau membayar, karena mereka memiliki dasar hak tanah.

Ternate

Sebagian masyarakat tidak membayar apa yang diminta oleh “Juharno” itulah yang diduga memicu kemarahan dari “juharno” untuk membawa problem tersebut ke Pengadilan Negeri, dan lebih anehnya lagi Pengadilan Negeri secara sepihak memutuskan tanpa ada kejelian dalam mengambil keputusan memenangkan “Juharno” pada tahun 2016 dan meminta kepada masyarakat ( 6 Rumah ) di Kelurahan Kalumata untuk membayar Rp.450.000.000.,00″. Ujarnya.

Padahal bukti kuat surat kuasa atas tanah yang diberikan oleh Sultan Ternate kepada “Jdasia Buka”, seharusnya menjadi dasar pertimbangan hukum, bukankah secara Umum dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)  Pasal 56 yang berbunyi “selama UU mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan Hukum Adat setempat dan Peraturan-Peraturan lainya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini, kemudian dirincikan juga dalam Pasal 5 UUPA. Artinya regulasi ini mengiyakan surat keterangan dari sultan (grant sultan), sebagai satu acuan hukum yang mestinya diakomodir dalam keputusan Pengadilan Negeri, agar kualitas tricitra hukum tentang kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan hukum.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Cek Harga Bahan Pangan di Pasar Wonokromo

Ketum PB-FORMMALUT, M. Reza A. Syadik, juga menyampaikan dalam orasinya, menyentil tentang distribusi keadilan yang saat ini bagi mereka telah dipecundangi oleh mafia tanah yang bercokol di Maluku Utara, eksploitasi tanah yang menjadi sengketa telah membawa problem panjang, seakan akan ketika masalah tentang penggusuran rumah warga di kalumata, maliaro dan kalumpang, para pemegang kebijakan malah terkesan menutup mata tanpa mencari solusi, guna mengakomodir hak warga, hal inilah yang membuat mereka terpanggil mengetuk hati para pemimpin, yakni Gubernur Maluku Utara dan Walikota Ternate.

“ Kami membawa keranda mayat, sebagai simbol matinya nurani para Pemimpin daerah, dan teatrikal cakalele serta adegan peristiwa duka rakyat kalumata, kalumpang dan maliaro, yang akhir-akhir ini terjadi di kota ternate, tentunya sebagai bentuk perlawanan terhadap pemimpin yang diam saat warganya tergusur tanpa mendapatkan haknya”. Ungkap M. Reza A. Syadik.

Baca Juga :  Sidang Perkara Terorisme Dilanjutkan ke Tahap Pembuktian

Lanjut Reza, Informasi yang kami caver, korban pun telah langsung mengaduh permasalahan ini kepada instansi terkait dan juga kepada Walikota Ternate Tauhid Soleman namun Walikota Ternate menjawab kepada pihak korban dengan jawaban yang tidak bijaksana bahwa ‘’tanah itu bukan tanah kesultanan”, hal ini membuat kami juga mengecam atas sifat arogansi dari Walikota Ternate, harusnya Walikota M. TAUHID SULEMAN menjadi cerminan yang adil sebagai pemimpin, ucap Reza lagi.

Reza juga menambahkan, Bahkan ada dugaan kuat oknum (Juharno) juga secara sengaja diduga memanipulasi surat dari kesultanan Ternate, artinya bahwa Juharno suda sangat berani ingin menantang kekuatan Kesultanan Ternate.

Untuk itu kami memiliki tuntutan sebagai berikut:

1. Gubernur Abdul Gani Kasuba dan Walikota Ternate M. Tauhid Suleman Segera Hadirkan Solusi Terhadap Warga Yang Tidak Di Berlakukan Adil, Atas Penggusuran Rumah Di Kota Ternate.

2. Kutuk Pemberlakuan Atas Dugaan Perampasan Atas Tanah Yang Diduga Di Klaim Oleh Oknum-Oknum

3. Mendukung Kesultanan Ternate Dalam Melindungi WargaNya.

Di ketahui aksi demonstrasi sempat di warnai dengan chaos, dan pihak perwakilan Prov. Maluku Utara menemui masa aksi.

Y. Tabaika

Sumber: Ubaidillah Daga/Mukaram

 

- Advertisement -spot_img

Latest