Pati, Investigasi.news – Konflik agraria antara petani Pundenrejo dan PT Laju Perdana Indah (PT LPI) kembali memanas. Pada Jumat, 4 Oktober 2024, sekitar 100 petani yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Pundenrejo (GERMAPUN) mendatangi kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Pati untuk menuntut pengembalian lahan seluas 7,3 hektar yang dikelola oleh PT LPI. Selain itu, mereka juga menuntut penghentian intimidasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan.
Fajar M. Andhika, kuasa hukum para petani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, mengungkapkan bahwa konflik ini telah berlangsung lama dan mendesak pemerintah untuk bersikap tegas. “Kami meminta pemerintah menghentikan proses perpanjangan izin PT LPI dan mengembalikan lahan kepada warga demi menghindari konflik lebih lanjut,” ujar Fajar seusai audiensi dengan Pemda.
Fajar menambahkan bahwa lahan yang disengketakan merupakan sumber penghidupan utama para petani, yang telah mereka garap selama turun-temurun. Dalam aksi damai di depan Gedung Pendopo Bupati Pati, para petani menggelar orasi, pembacaan puisi, dan istighosah akbar sebagai bentuk perlawanan damai mereka.
Konflik ini memuncak setelah pada 28 Oktober 2024, para petani melakukan aksi penanaman kembali (nandur) di lahan yang mereka klaim harus dikembalikan. Mereka menanam ketela dan pohon pisang sebagai simbol kelangsungan hidup 105 kepala keluarga yang bergantung pada tanah tersebut. Para petani juga mengungkapkan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) PT LPI telah habis pada 27 September 2024, sehingga perusahaan tidak memiliki dasar hukum untuk terus menguasai lahan itu.
Dalam mediasi yang digelar di Pemda Pati, 14 perwakilan petani bertemu dengan Pejabat (PJ) Bupati, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati, dan perwakilan dari PT LPI. Mereka menuntut agar lahan dikembalikan kepada warga dan penghentian segala bentuk intimidasi dari perusahaan.
Namun, mediasi ini dianggap mengecewakan oleh para petani. PJ Bupati memutuskan bahwa kedua belah pihak dilarang melakukan aktivitas di lahan sengketa hingga ada keputusan final. Keputusan ini dinilai menguntungkan PT LPI, sebab BPN Pati masih memproses permohonan izin baru dari perusahaan.
“Kami sangat kecewa. Jika aktivitas di lahan dilarang, seharusnya proses perizinan PT LPI juga dihentikan. Keputusan ini tidak adil bagi kami,” ujar salah satu perwakilan petani.
Para petani menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 107 dan 108 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021, PT LPI tidak layak mendapatkan prioritas dalam pembaruan HGB. Mereka menuduh perusahaan melakukan penyalahgunaan izin dan meminta pemerintah mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi yang dialami warga Pundenrejo akibat konflik ini.
Meskipun hasil mediasi belum memuaskan, para petani Pundenrejo menegaskan tekad mereka untuk terus memperjuangkan hak atas tanah yang telah lama mereka garap. Konflik agraria ini tak hanya tentang hak atas lahan, tetapi juga menyangkut kelangsungan hidup dan martabat petani yang bergenerasi mempertahankan tanah leluhur mereka.
Dengan situasi yang terus memanas, tanpa tindakan nyata dari pemerintah, potensi eskalasi konflik agraria semakin membayangi wilayah Pati.
Ar