Temanggung, Investigasi.news – Pembatasan Pertalite oleh pemerintah tidak menyurutkan para pengangsur, terbukti disaat awak media sedang mengisi BBM di SPBU 44.562.19 Kedu Temanggung melihat ada mobil Carry warna biru nopol AA 8733 EE sedang mengisi BBM Subsidi jenis pertalite agak lama, pada hari Selasa 14/3/2023 lalu.
“Saat diklarifikasi awak media, sopir mengatakan, tadi saya baru belanja sebanyak 3x dengan jumlah Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah ) di SPBU 44.562.19 Kedu Temanggung, “ucap sopir.
Selain itu, awak media juga melakukan konfirmasi ke pihak Operator, “Operator juga menerangkan, memang benar tadi saya cuma ngisi 3 kali dengan jumlah nominal 1 jt, ‘terang operator SPBU 44.562.19.
Mengetahui hal tersebut awak media langsung membawa pengangsur ke Polsek Kedu agar ditindak lanjuti, Barang bukti mobil carry warna biru dengan nopol A A 8733 EE didalam mobil ada 7 Jerigen dan Drum besi yang digunakan untuk ngangsur Pertalite beserta sopir langsung dibawa ke Polres Temanggung untuk diproses lebih lanjut.
Ditempat terpisah, Ketua Sekber Wartawan Indonesia Provinsi Jawa Tengah Suroto Anto Saputro menyampaikan, “Pihak SBM pertamina segera melakukan Investigasi cek CCTV SPBU 44.562.19 Kedu Temanggung, “ungkap Ketua SWI Jateng saat ditemui awak media pada hari Kamis 23/3/2023.
Ketua SWI Jateng juga menjelaskan, Perlu diketahui bahwa Pertamina melarang keras kepada pengelola SPBU/Penyalur BBM agar tidak melayani pembelian Pertalite dengan jerigen/drum yang digunakan untuk diperjual belikan kembali secara eceran. Terlebih lagi lokasi kios/lapak eceran berada di tengah keramaian umum, tentunya akan membahayakan jiwa manusia.
Artinya, jika menyimak kebijakan Pertamina, yang dilarang untuk diecer adalah Pertalite. Jenis Pertamax, sepertinya, tak termaktub di dalam ketentuan dilarang untuk diecer. Namun, Pertamina tetap melarang keras pengelola SPBU melayani pembelian dengan menggunakan jerigen.
Jika mengacu pada UU Migas, sebenarnya larangan BBM dijual secara eceran di lapak-lapak sudah sejak tahun 2001. Tapi lantaran terkait kemanusiaan, sekaligus menumbuhkan perekonomian masyarakat bawah, larangan tersebut diabaikan oleh pemerintah.
Bisa saja pemerintah melarang penjualan BBM secara eceran di pinggir jalan raya, atau di tempat lain sejak UU Migas diberlakukan. Apalagi ketentuan di dalamnya merupakan delik biasa, bukan delik aduan, tak masalah jika aparat menangkap dan pidanakan pedagang BBM eceran tanpa adanya pengaduan orang lain. Tapi hal itu tak pernah dilakukan, karena dalam konteks membiarkan BBM dijual eceran, seyogianya pemerintah berkeingan masyarakat membuka lapangan pekerjaannya sendiri.
Dan terkait hajat hidup banyak masyarakat, pemerintah pun tak pernah mempidanakan pelanggar UU Migas. Bahkan sekalipun terjadi insiden kebakaran di lapak “SPBU” pinggir jalan, aparat tak menjerat secara hukum pemiliknya.
Sayangnya, pembiaran atas pelanggaran UU Migas tersebut, malah disepelekan oleh penjaja BBM eceran. Dimana kemudian kerap terjadi kebakaran, bahkan ada yang terluka dan menelan korban jiwa. Termasuk peristiwa terbakarnya mobil pembawa derijen (drum) berisi BBM Pertalite.
Jadi, wajar jika kemudian pemerintah melarang penjualan secara eceran Pertalite, dan pembelian di SPBU dengan jerigen. Jika terjadi pelanggaran, sesuai ketentuan UU Migas, bagi pedagang eceran dan yang membawa (mengangkut) BBM tanpa izin, sanksi hukumannya cukup berat. Selain pidana fisik, juga denda dalam jumlah yang cukup besar.
Pasal 53 huruf “b” UU Migas menyebutkan, pengangkutan BBM tanpa izin, maka akan dipidana paling lama empat tahun dan denda paling tinggi Rp 40 miliar. Sementara Pasal 53 huruf “d” ditegaskan, penjual BBM tanpa izin bisa dipidana 3 tahun dan denda paling tinggi Rp. 30 miliar.
Nah, apabila meneliti sanksi hukuman pidana dan denda bagi pelanggar UU Migas, khususnya pedagang eceran Pertalite, sebaiknya jangan nekat melanggar. “Kali ini, mengacu pada Surat Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 37.H/HK.02/MEM.M.2020 tentang jenis BBM khusus penugasan (Pertalite), kayaknya pihak Pertamina tidak main-main. Bakal mengambil tindakan tegas, mengingat banyaknya perisriwa kebarakan yang notabene membahayakan jiwa banyak orang, “terangnya.
Kami dari rekan-rekan media juga meminta kepada Pertamina Pusat dan Kapolri segera lakukan Investigasi semua SPBU-SPBU di wilayah Jawa Tengah khususnya Kabupaten Temanggung. Perlu diketahui bahwa di Kabupaten Temanggung marak para pengangsu BBM subsidi jenis pertalite dan solar untuk dijual kembali, diduga kuat para pengangsu kebal hukum karena ada paguyuban dan di Backup oknum-oknum Ormas, “pintanya.
“Saat ini Barang bukti beserta sopir masih diproses pihak Polres Temangggung, hingga saat ini belum ada progresnya. Harapan dari rekan-rekan media pihak APH segera menindak tegas pelaku pengangsu atau penimbun BBM Pertalite ataupun solar sesuai Undang-undang yang berlaku dan jangan tebang pilih, pada dasarnya hal tersebut merugikan Negara. “Sejak turunnya berita ini kami dari rekan-rekan media akan terus mengawal proses sampai tuntas, jika perlu kita akan membuat laporan ke Polda Jateng, “tutup Ketua SWI Jateng.
Alya