Malut, investigasi.news- Kisruh terkait KPUD Kepulauan Sula dan Bawaslu soal Pembatasan Jenis Surat Suara dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 8 Desa Fogi, bakal berbuntut panjang. Babatopa Community, Senin pekan depan, akan melaporkan secara resmi tindakan Pelanggaran Etika Penyelenggara Pemilu (PEPP) kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di Jakarta.
Rekomendasi Bawaslu dan Keputusan KPUD Kepulauan Sula terkait pelaksanaan PSU, harus berdasar dan terurai secara sistematis, faktual, dan didukung bukti-bukti lapangan yang cukup. Menurut Penggerak Babatopa Community, Muh. Husni Sapsuha, bahwa keputusan PSU sangat bersifat krusial dan “memakan orang”. Kontestan tertentu yang sebelumnya diprediksi melenggang ke Kursi Legislatif dan sejenisnya, impiannya bisa terkubur, disalib kontestan kompetitor, begitu pula sebaliknya.
“Nah, profesionalitas KPUD dan Bawaslu sangat dibutuhkan disini. Karena ini menyangkut angka-angka hasil pemilihan umum yang akan ditransfer ke bilangan pembagi pemilihan untuk mendapatkan kuota kursi di lembaga legislatif. Maka Aspek transparansi yang berkeadilan terhadap pelaksanaan kepemiluan harus jadi nomor satu”, papar Babatopa, sapaan akrab Muh. Husni Sapsuha (24/2).
Investigasi Babatopa Community terhadap sejumlah temuan pelanggaran, baik bersifat administrasi mapun dugaan tindakan pidana, memang ada di lebih dari 10 TPS di Daerah Pemilihan 1 Kepulauan Sula. Diantaranya Video yang sempat viral di media sosial berupa pengakuan petugas Pemilu, selisih penghitungan suara, hingga dugaan kesalahan administrasi yang bisa berdampak Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Jadi memang bukan 1 TPS, sebagaimana rekomendasi Bawaslu dan Keputusan PSU oleh KPU di TPS 8 Desa Fogi. Masih ada yang lain. Kita juga memang wajib mengikuti proses penyelesaian sesuai ketentuan. Tapi, jika tidak ditanggapi secara serius, atau ditanggapi dalam kebijakan yang berbeda, tentu harus diluruskan sesuai mekanisme, lapor ke DKPP, misalnya”, tutur Babatopa.
Lebih jauh, Babatopa juga menanggapi pernyataan Ketua dan Sekretaris Partai Hanura Kepulauan Sula soal Rekomendasi Bawaslu dan KPUD Kepulauan Sula soal pembatasan jenis surat suara. Kalau KPU dan Bawaslu bisa buktikan kesalahan itu hanya pada Jenis Surat Suara Presiden dan Waklil Presiden, Surat Suara DPR RI, serta Surat Suara DPD RI, maka tidak masalah. Tapi jika tidak bisa dibuktikan, maka disinilah permasalahan akut yang harus diselesaikan secara serius.
Babatopa memastikan, jika KPUD tetap melakukan pembatasan jenis surat suara di PSU tanpa ada sandaran hukum yang jelas, maka wajib dilaporkan ke DKPP untuk menguji kebijakan Bawaslu dan KPUD dimaksud.
“Insya Allah, Senin lusa, kami akan laporkan ke Bawaslu RI dan DKPP,” ujar Babatopa.
Selain TPS 8 Desa Fogi, Babatopa juga mengatakan, dugaan pelanggaran di TPS-TPS yang lain, yang diduga tidak ada penyelesaian di tingkat kabupaten akan dilaporkan ke pusat.
“Kami memiliki dugaan dan bukti cukup kuat di beberapa TPS, untuk menguji komitmen Etika Penyelenggara Pemilu di Kepulauan Sula, termasuk pembatasan pemilih karena lewat waktu di Desa Ona, Kecamatan Sulabesi Barat”, tutup Babatopa. Rahman