Malut, Investigasi.News-Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tadi Selasa 4 Juli 2023, antara DPRD dengan Pemda Sula menyangkut masalah penonaktifan sejumlah kepala desa dan mutasi pegawai.
Selain menghasilkan dua rekomendasi yang menjadi catatan Pemda Sula, DPRD melalui komisi I juga mengeluarkan beberapa pandangan terkait masalah ini.
Pandangan komisi I yang dibacakan La Ode Asiran Jodi (Ketua Komisi), menerangkan bahwa:
A. Bahwa hasil audit Inspektorat tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian kades, kecuali hanya bersifat rekomendasi bagi APH.
B. Pasal yang diterapkan untuk menonaktifkan kades, yakni pasal 29 huruf e pada UU No. 6 Tahun 2014 merupakan pasal yang penjabarannya masih luas, sehingga tidak juga tidak bisa menjadi dasar memberhentikan seorang kepala desa.
C. Bahwa dalam memutasi sejumlah Pegawai, komisi I memandang perlu memperhatikan golongan dan disiplin keilmuannya, untuk itu Komisi I memandang perlu untuk segera mengembalikan Auditor dan ASN lulusan IPDN yang dimutasi tidak pada tempatnya.
Namun yang menarik pada pandangan Komisi I pada huruf B, dimana pasal 29 huruf e yang dimaksud berbunyi:
”melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa”
Menyikapi hal ini, Empat Kades yang sempat hadir di DPRD tadi sempat heran dengan pola pikir bagian pemerintahan Pemda Sula.
Mereka Kades Nonaktif Pohea, Sanihaya, Waigay dan Lekosula mengaku heran, dengan pasal tersebut apakah mereka melakukan perbuatan (pakai setan/santet/teluh) yang meresahkan, atau perbuatan asusila, dan atau perbuatan membuat onar, sedangkan selama ini mereka baik-baik saja didesa.
La Asiran Jodi Ketua Komisi I, dalam pandangan komisinya juga menjelaskan jika pasal tersebut tidak bisa serta-merta dijadikan dasar untuk menonaktifkan kepala desa.
“Pasal 29 huruf e mempunyai arti yang luas, harus diuji kebenarannya, ada hasil uji petik dilapangan, dan jika terbukti itu pun masih ada pasal 30 ayat (1), berupa teguran lisan atau tertulis, tidak bisa langsung dinonaktifkan”, ungkap Jodi.
Sementara dalam pasal 30 ayat (1) UU No.16 tahun 2014 mengatakan.
”Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis”.
Maka dari situ, Pemda Kab. Kepulauan Sula diduga menerapkan ’pasal karet’ untuk menjerat para kepala desa untuk diberhentikan dari jabatannya.
( Rahman )