Malut, Investigasi.news – Jika anda sebagai warga dan menetap di Kab. Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, apakah juga merasakan jika belakangan ini harga ikan cenderung mahal dipasaran, padahal Sula merupakan daerah pesisir.
Jadi beberapa waktu lalu (jumat 13/1/2024) investigasi melakukan peliputan kegiatan hearing antara pihak Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dengan kelompok Nelayan desa Bajo serta para pengecer BBM di desa tersebut, kegiatan ini kemudian difasilitasi oleh pemerintah desa (Pemdes) Bajo, Kec. Sanana Utara.
Dalam hearing tersebut, ditemukan fakta bahwa ketersediaan BBM murah (subsidi) menjadi barang langka untuk nelayan desa Bajo maupun Nelayan lainnya di Kepulauan Sula,
Fakta yang lain adalah bahwa nelayan Sula kebanyakan bergantung pada penyedia BBM (pengecer), dengan pola ambil BBM dan baru bayar setelah melaut.
Kondisi ini yang kemudian luput dari perhatian Pemda Sula dalam hal ini dinas Kelautan dan Perikanan (Dinas KP), padahal fakta tadi yang membuat harga ikan mahal dipasaran karena nelayan (produsen) terlanjur mengeluarkan biaya mahal dalam melaut, imbasnya masyarakat (konsumen) menjadi kesusahan, terbiasa beli ikan Rp 10 ribu/tanding, sekarang menjadi Rp 20 ribu/tanding.
”Percuma kalo ada yang kasih mesin, kasih rumpon kalo kemudian ketersediaan BBM murah tidak mereka kendalikan, yang ada kami tetap susah”, ujar salah satu nelayan Bajo ditemui saat kegiatan hearing.
Sementara itu pihak DPC-HNSI Sula melalui Ketua Sarna Sibela mengaku akan perjuangkan hak nelayan Sula menyangkut ketersediaan BBM Subsidi.
”Kita masih koordinasi dengan SPBU Kompak Pohea dengan tawaran sharing data, agar mereka tau kebutuhan BBM nelayan Bajo”, ujar Sarna.
Sarna juga berharap para pengecer BBM di desa Bajo yang menjadi mitra nelayan bisa benar-benar mendapat kuota BBM untuk melayani nelayan, bukan untuk kepentingan lain.
Pihak HNSI Sula juga mengatakan, bahwa awal berdirinya SPBU Kompak yang ada di Pohea itu APMS (Agen Premium dan Minyak Solar) dengan catatan untuk melayani nelayan Bajo, namun kemudian berubah status dari APMS ke SPBU Kompak sehingga yang menjadi pertanyaan adalah mana APMS yang melayani nelayan Bajo.
Dinas KP Pemda Sula seakan menutup mata, jika nelayan Sula seharusnya bisa mendapat BBM murah (subsidi) seharga Rp 250 ribu/gen tetapi akibat kondisi yang dimainkan para spekulan serta membuat tidak berdaya pemerintah daerah beserta satgas BBM mereka, maka nelayan Sula harus merogoh kocek lebih dalam dengan membayar BBM Rp 300-400 ribu/gen untuk melaut.
Hal diatas tadi menurut amatan investigasi kemudian menciptakan dua kondisi, yang pertama nelayan malas melaut karena operasional tinggi (BBM mahal), yang kemudian membuat ikan langka dipasaran sehingga harga cenderung mahal.
Kedua, sama halnya dengan yang pertama tadi, katena operasional melaut tinggi, maka nelayan melepas harga jual hasil tangkapannya dengan harga yang tinggi pula ke masyarakat.
Efek domino dari penyalahgunaan BBM subsidi sangat dahsyat, sementara BBM murah atau barang subsidi tadi di Sula sudah menjadi rahasia umum jika hal tersebut menjadi lingkaran setan akibat banyak orang kuat berdiri dibelakangnya, namun apakah hal ini terus dibiarkan? Sehingga menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat? Di lain sisi hal ini menjadi fenomena yang cukup menggelikan dimana harga ikan mahal di suatu daerah yang dikelilingi lautan.
( RL )