Soal “TAPERA” Memanas, Buruh Minta Presiden RI Dengarkan Jeritan Rakyat

Baca Juga

Medan, investigasi.news – Pasca peluncuran program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) oleh pemerintah, mengundang berbagai respon dari berbagai kalangan publik. Buruh di tanah air serentak menolak pemberlakuan Tapera tersebut. Rabu (19/6/2024) pukul 14.00 Wib.

Seperti yang dikatakan buruh pabrik salahsatu perusahaan di Belawan, Abdurrahman.

“Pemberlakuan Tapera khususnya terhadap buruh adalah tidak adil dan terkesan memaksa”, kata Rahman.

Abdurrahman yang juga pengurus Pimpinan Daerah (PD) Sumatera Utara dan Pimpinan Cabang (PC) kota Medan Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI) minta Presiden RI peduli dan dengarkan jeritan rakyat khususnya buruh.

“Mulai dari kesehatan rakyat merupakan tanggung jawab negara, tapi buruh terkesan dipaksa membayar melalui BPJS Kesehatan. Sekarang buruh kembali merasa dipaksa dengan membayar iyuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang juga tanggung jawab negara. Kami minta Presiden RI dengarkan rintihan dan jeritan penderitaan buruh di tanah air ini”, sambung Rahman.

Rahman singgung penderitaan buruh yang menerima upah murah kesulitan jalani kehidupan dengan kebutuhan yang serba mahal. Tapera memperburuk nasib buruh.

“Sekarang ini masih banyak buruh yang menerima upah murah dari tempatnya bekerja. Buruh sangat kesulitan jalani kehidupan yang serba mahal. Iyuran Tapera merupakan program memperburuk nasib buruh. Saya yakin, Presiden RI masih punya hati, tolonglah sedikit peduli dengan nasib buruh yang sekarang ini berada di ambang garis kemiskinan”, kata Rahman.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2024 memutuskan tentang wajib mengeluarkan iuran TAPERA sebesar 3%, dengan rincian 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% ditanggung para pekerja.

Peraturan tersebut bertujuan untuk membantu pemerintah dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat yang belum memiliki perumahan.

Pembebanan iuran TAPERA tidak hanya berlaku bagi para pegawai ASN, kini juga berlaku kepada pegawai swasta.

Hal ini yang akhirnya mengundang kemarahan publik, terutama para aktivis buruh. Sebab iuran tersebut juga berlaku bagi para pekerja yang telah memiliki rumah.

Buruh sangat mengeluhkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai seringkali menambah beban penderitaan.

Pendapatan yang tidak seberapa harus dipaksa melalui berbagai pemotongan iuran mulai dari BPJS, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ditambah lagi harga barang pokok yang kian hari kian melangit yang ditunjukkan oleh kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET), dan kini iuran TAPERA yang sifatnya wajib.

Polemik TAPERA yang terjadi menggambarkan lepas tangannya pemerintah dari peran yang seharusnya dalam membantu rakyat untuk memiliki hunian, karena rumah merupakan kebutuhan primer masyarakat yang wajib dipenuhi negara.

Namun, melalui TAPERA justru rakyat dipaksa harus saling menanggung beban dengan negara. Layaknya iuran BPJS, dimana rakyat juga dipaksa ikut menanggung biaya kesehatan yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya.

Sampai saat ini kewajiban buruh bayar iuran Tapera menjadi topik utama pembahasan buruh di Sumatera Utara. Dalam waktu dekat buruh merencanakan gelar aksi penolakan Tapera.

Sementara belum diketahui pasti tentang sanksi yang diberikan Pemerintah terhadap pengusaha dan pekerja yang menolak Tapera tersebut. (tim).

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest

More articles