Tanggamus, Investigasi.News – Dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Kasus ini tak hanya viral di berbagai media online, tetapi juga menarik perhatian publik lantaran menyangkut kepercayaan terhadap transparansi pengelolaan anggaran desa.
Organisasi Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) Tanggamus, di bawah kepemimpinan Ushrul Munir, mengambil langkah tegas dengan memulai investigasi untuk mengungkap kebenaran. “Kami serius mengusut kasus ini dan akan mengumpulkan data serta bukti lapangan. Jika cukup bukti, kami segera melaporkannya kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH),” ujar Ushrul Munir.
Salah satu poin mencurigakan yang menjadi perhatian utama adalah dugaan adanya setoran sebesar Rp 50 juta dari masing-masing 16 pekon di Kecamatan Ulubelu kepada pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) setempat. Jika dijumlahkan, total setoran tersebut mencapai Rp 800 juta.
Dana ini, menurut klaim pengurus APDESI, digunakan untuk publikasi dan kerja sama dengan media. Namun, hingga saat ini, tidak ada transparansi mengenai lembaga media mana saja yang menerima dana tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, terlebih tidak ada dokumentasi atau laporan akuntabilitas yang jelas.
Selain dugaan pungli Rp 800 juta, masyarakat juga dikejutkan oleh informasi terkait iuran tahunan sebesar Rp 15 juta yang disetorkan oleh 13 kepala pekon di Ulubelu kepada APDESI. Berdasarkan keterangan beberapa narasumber yang enggan disebutkan namanya, dana tersebut dikabarkan dialokasikan untuk aparat penegak hukum. Namun, sama seperti dugaan pungutan lainnya, penggunaan dana ini tidak pernah dijelaskan secara terbuka.
“Dana-dana ini seharusnya jelas penggunaannya dan dikelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Tapi, fakta yang terjadi justru sebaliknya,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ketua Pekat IB Tanggamus, Ushrul Munir, menegaskan bahwa minimnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa merupakan pelanggaran serius yang mencederai kepercayaan masyarakat. “Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga mencerminkan kegagalan dalam menjalankan amanah publik. APDESI seharusnya menjadi garda terdepan dalam membangun kepercayaan melalui pengelolaan dana yang jujur dan terbuka,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ushrul berharap agar APIP dan APH memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. “Kami ingin APIP, APH, dan Pekat IB bersinergi untuk membongkar dugaan pungli ini, agar kebenaran terungkap dan hukum ditegakkan secara adil. Langkah ini penting untuk menjaga integritas pengelolaan Dana Desa di Tanggamus,” tambahnya.
Menanggapi kritik atau keraguan terhadap organisasi yang dipimpinnya, Ushrul Munir memastikan bahwa legalitas Pekat IB Tanggamus tidak perlu diragukan. “Kami memiliki surat keputusan resmi dari DPW dan pengakuan sah dari DPP. Kami juga telah melaporkan keberadaan kami kepada Kepala Badan Kesbangpol, sehingga aktivitas kami terjamin legalitasnya,” jelasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik yang semakin mendesak transparansi dalam pengelolaan Dana Desa. Masyarakat berharap investigasi ini mampu membongkar seluruh praktik pungli yang ada, termasuk mekanisme setoran dana kepada pengurus APDESI.
Selain itu, publik meminta agar kepala pekon dan lembaga terkait memberikan laporan akuntabilitas secara terbuka kepada masyarakat. Langkah ini diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan terhadap institusi pemerintahan di tingkat desa.
“Pekat IB akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Kami tidak ingin ada celah untuk penyalahgunaan dana publik yang merugikan masyarakat,” tutup Ushrul Munir.
Ke depan, sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk mencegah kasus serupa terjadi di wilayah lain. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar Dana Desa benar-benar dapat dimanfaatkan demi kemajuan masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak.
Tim