Pengurus BEM fakultas hukum Unkhair Ternate Gelar Dialog Demokrasi

More articles

spot_img
Ternate, investigasi.news – Dalam rangka menyambut tahun politik dan konflik sosial pengurus badan eksekutif mahasiswa (BEM) fakultas hukum Unkhair Ternate gelar dialog publik pada Rabu tanggal (7/6) di video converence (vicon) fakultas hukum Unkhair.

Kegiatan yang dimulai sekitar jam 9:30 WIT dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sambutan oleh ketua panitia (Arif M.dery Saputra), Ketum BEM (Wahda Aswad) dan wakil dekan lll (Bambang Daud) sekaligus membuka acara dengan resmi.

Dikesempatan tersebut, narasumber pertama M. Hasan Basri, SH.MH selaku direktur studi konstitusi dan demokrasi memaparkan bahwa, “ketika kita berbicara mengenai demokrasi tidak akan ada habisnya, dalam hal ini apabila kita mengunakan pendekatan prof. Jimly Asshiddiqie beliau mengatakan bahwa dua dari sepertiga negara didunia mengunakan demokrasi sebagai sistem berpemerintahan dan bernegara.

Kemudian Hasan Basri juga mengutip persepektif dari Robert A. Dahl, yaitu: ada tiga hal yang paling mendasar dan fundamental dalam demokrasi, yang pertama Demokrasi membatasi sistem pemerintahan yang Tiran, yang kedua demokrasi menjamin hak-hak asasi manusia dan yang ketiga demokrasi memberikan partisipasi kepada masyarakat dalam mengontrol dan menjalankan sistem bernegara.

“nah berdasarkan hal tersebut sehingga demokrasi dipakai dalam sistem bernegara, meskipun secara teoritik ada beberapa ilmuan yang mengkritisi hal tersebut. Namun apabila demokrasi itu gabungkan atau dipadukan dengan konstitusi dan konstitusionalisme maka akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis dan terbatas yang merupakan transformasi dan perkembangan dari negara demokrasi, dalam konteks negara Indonesia dari persepektif tata negara kita punya sejarah yang panjang semisalnya pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1959 kita mengenal dengan adanya sistem demokrasi yang bersifat responsif pada saat itu massa pemerintahan Ir Soekarno ada beberapa maklumat yang di keluarkan salah satunya maklumat N0.3 tahun 1945 yakni: memberikan kebebasan kepada orang untuk mendirikan partai politik dan juga memberikan kebebasan kepada orang untuk menyampaikan pendapat. Sehingga pada saat itu ada beberapa partai politik yang di dirikan diantaranya partai Kristen Indonesia, partai Masyumi,dan partai buruh. Ini adalah bagian dari kebebasan dan jaminan konstitusi yang terjadi pada tahun 1945 sampai tahun 1959 namun kemudian pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1966 Ir Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya situasi dan kondisi berubah. Partai-partai politik yang bertentangan dengan pemerintahan dibubarkan tanpa melalui proses peradilan. Dari perspektif hukum apabila ada suatu masalah harus di selesaikan melalui proses peradilan namun yang terjadi tidak, dan pula pada saat itu ada UU kekuasaan kehakiman yang di bentuk, pemerintahan berhak mengintervensi proses peradilan hal ini sangat berbahaya karena proses peradilan itu harus independensi tidak boleh ada intervensi dari pihak lain.

Sementara itu, narasumber ke dua Rusli Saraha, SE,M.AP selaku komisioner Bawaslu kota Ternate memulai pemaparannya dengan menceritakan kisah dongeng aesop kuda, rusa dan pemburu melalui buku yang ditulis oleh dua profesor universitas Harvard, yakni Steven levitsky dan Daniel ziblatt dengan judul buku, how democracies die atau bagaimana demokrasi mati. Dalam dongeng yang dikisahkan pertengkaran terjadi antara kuda dan rusa, jadi kuda mendatangi pemburu untuk meminta bantuan membalas dendam kepada rusa pemburu itu setuju dengan berkata: ” kalau kamu mau mengalahkan rusa, kamu harus mengizinkan aku menempatkan sepotong besi ini di mulut mu, agar aku bisa membimbing mu dengan kekang. Kamu juga harus mengizinkan aku menaruh pelana di punggung mu agar aku bisa duduk di sana selagi kita mengejar musuh,” kuda setuju dengan permintaan itu, dan pemburu kemudian memasang kekang serta pelana. Lalu, dengan bantuan pemburu, kuda mengalahkan rusa dan berkata pada pemburu: ” sekarang turunlah, dan lepaskan benda-benda ini dari mulut dan Penggung ku.” “Jangan buru-buru, kawan, “kata pemburu.” Aku sekarang sudah mengendalikan dan suka mempertahankan seperti sekarang.

Berangkat dari cerita di atas narasumber mengatakan bahwa sampai saat ini demokrasi kita itu hampir belum dapat berjalan dengan baik karena ada segelintir orang yang berprilaku seperti seorang pemburu. Bahwasanya ada orang – orang yang berpersepsi seperti oligarki sehingga momen demokrasi ini sangat berbahaya bagi negara kita Indonesia saat ini. Dan pula beliau sentil soal penelitian dari Dr.widianto seorang direktur media dan demokrasi di LP3S menyimpulkan hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran berdasarkan konsolidasi dari pihak papan atas. Dalam hal ini pengusaha dan punya kekuasaan Mereka berkolaborasi sehingga dalam situasi itu kekuatan dari pihak sipil tergesa-gesa dan mampu bersaing sehingga posisi pihak sipil sama seperti kuda pada cerita dongeng di atas, maka demokrasi kita saat ini bukan lagi soal orang yang mampu secara ilmu pengetahuan dan punya kualitas namun yang mendominasi pada Memon demokrasi ialah mereka yang punya modal banyak yang akan memenangkan kompetisi, maka dari hal itu kita tidak bisa pungkiri bahwasanya demokrasi kita saat yang memenangkan kompetisi itu mereka yang punya modal banyak tapi tidak punya kemampuan,dan mereka yang punya kemampuan akan dikalahkan apabila tidak punya modal yang besar dan banyak.

Lebih lanjut, narasumber yang terakhir Dr.Sahrir Ibnu,S.Ag, M.Si selaku akademis universitas Khairun Ternate menuturkan, demokrasi itu adalah bacaan dari sistem pemerintahan dan kita sudah lalui dari berbagai macam sistem pemerintahan. Demokrasi itu didorong oleh partisipasi masyarakat dan sumbangsih dari masyarakat. Akan tetapi dalam rezim pemerintahan sekarang bukan negara yang mengurusi rakyat tapi rakyat yang akan mengurus negara, dalam kajian sosial dinamakan dengan logika felesis. Demokrasi itu syarat oligarki tidak ada demokrasi tanpa oligarki namun yang permasalahanya adalah bagaimana agar oligarki itu menjadi mitra,bukan sebagai alat untuk pengebu kekuasaan. lagi pula narasumber tegas lagi bahwa hidup 10 sampai 20 tahun yang akan datang nnti demokrasi kita akan mengalami kesesatan yang sangat fatal di berbagai macam aspek. karena kita tidak ketahui dari mana rekam jejaknya.

Setelah pemaparan materi dari ketiga pemateri tersebut kemudian beranjak pada sesi tanya-jawab. Ada lima pertanyaan yang di lontarkan oleh audiens kepada narasumber, substansi dari lima pertanyaan yang di sampaikan yaitu: mempertanyakan peran serta nilai-nilai demokrasi apakah sudah dapat terlaksana dengan baik. Dan kalaupun tidak dapat terlaksana dengan baik apa konsekuensinya.

Dari lima pertanyaan yang dilontarkan oleh audiens dapat dijawab secara singkat, padat dan jelas oleh ketiga narasumber. Kemudian dialog tersebut diakhiri dengan moderator bertanya kepada audiens apa kesan input dan output dari dialog hari ini. Secara spontan salah satu audiens menjawab dengan kata “golput sajalah.”

(B.allazim)

spot_img

Latest

spot_img