Tubaba, Investigasi.news – Inspektorat Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) berkomitmen untuk segera memanggil Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) guna klarifikasi terkait dugaan penyelewengan 12 paket pengadaan di DLHD Tubaba. Pemanggilan ini dijadwalkan minggu depan.
“Ini masih dalam tahap pemberitaan. Minggu depan, kami akan panggil pihak dinas untuk klarifikasi,” tegas Muslim, Irbansus V Bidang Investigasi Inspektorat Tubaba, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (25/9/2024).
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa dugaan penyimpangan terkait pengadaan barang dan jasa di DLHD Tubaba semakin mencuat. Pengelolaan dana untuk swakelola dan pengadaan melalui pihak ketiga diduga kuat terindikasi fiktif serta melibatkan pejabat tinggi di Tubaba.
Pengadaan yang melibatkan konsultan dari Institut Teknologi Sumatera (ITERA), dalam hal ini untuk penyusunan Dokumen Daya Dukung Daya Tampung, dinilai tidak jelas dalam pelaksanaannya. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari MoU antara Bupati Tubaba dan ITERA, tetapi kontrak kerja dengan pihak penyedia jasa hingga kini belum transparan.
Selain itu, paket pekerjaan lain yang melibatkan tenaga honorer serta operator alat berat DLHD Tubaba juga dipertanyakan. Excavator milik DLHD Tubaba dilaporkan rusak, namun anggaran untuk pemeliharaan dan operator alat berat tetap diajukan.
Ni Made Sri Karni Valopi, Kasubbag Umum dan Kepegawaian DLHD, mengonfirmasi bahwa pengadaan untuk petugas kebersihan melibatkan 65 tenaga honorer yang terikat kontrak. Namun, saat diminta penjelasan lebih rinci terkait anggaran pengadaan lainnya, ia mengalihkan pertanyaan ke bidang teknis yang lebih memahami.
Sementara itu, Andi Kurnia, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLHD, juga tidak dapat memberikan penjelasan detail mengenai kontrak kerja terkait pengadaan jasa konsultansi dengan ITERA. Ia hanya menyebut bahwa hal tersebut merupakan tindak lanjut dari MoU antara Bupati Tubaba dan ITERA.
Ketika kembali didesak soal kejelasan kontrak kerja, Andi tampak berusaha mengelak dengan menyatakan bahwa kegiatan tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga.
“Secara teknis saya tidak tahu detailnya, yang pasti kita sudah punya MoU dengan ITERA. Selebihnya, itu ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama (PKS) antara Kepala Dinas dan ITERA,” ujar Andi dengan nada bergetar.
Hartawan, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLHD Tubaba, menyatakan bahwa pemeliharaan alat berat dan pengoperasian excavator telah terealisasi. Namun, hal ini janggal mengingat excavator yang dimaksud dalam kondisi rusak.
“Sebenarnya alat berat itu sudah seharusnya direhabilitasi besar-besaran, mengingat usianya. Namun, kita tahu kondisi pemerintah saat ini,” jelas Hartawan.
Ketika ditanya alasan menganggarkan operator alat berat sementara alat berat tersebut tidak berfungsi, Hartawan berdalih bahwa alat berat tersebut masih beroperasi setiap minggunya, meskipun ia tampak ragu dalam penjelasannya.
Kepala Dinas DLHD Tubaba, Firman, menolak berkomentar saat dimintai klarifikasi terkait skandal ini. Ia hanya menyatakan bahwa urusan tersebut merupakan tanggung jawab kepala bidang terkait.
Berdasarkan investigasi lebih lanjut, dugaan penyelewengan anggaran semakin jelas. Paket pekerjaan untuk petugas kebersihan, pemeliharaan excavator, jasa tenaga ahli, dan pengadaan lainnya diduga mengandung unsur mark up dan fiktif.
Sebagai contoh, anggaran untuk petugas kebersihan mencapai Rp 622 juta, sementara jumlah tenaga kebersihan yang ada hanya 23 orang dengan gaji Rp 850 ribu per bulan. Jika dikalkulasikan, jumlah total yang harus dikeluarkan hanya sekitar Rp 234 juta, sehingga terdapat selisih lebih dari Rp 378 juta yang tidak jelas peruntukannya.
Pengadaan untuk pemeliharaan excavator dan belanja jasa tenaga ahli operator alat berat juga dipertanyakan, mengingat alat berat tersebut dalam kondisi rusak dan tidak berfungsi. Dugaan fiktif semakin menguat dalam dua proyek tersebut.
Selain skandal di DLHD, pengangkutan sampah di pasar-pasar wilayah Tubaba juga menjadi sorotan. Pengakuan warga dan pedagang pasar mengungkapkan bahwa sampah hanya diangkut dua hingga tiga kali seminggu, menyebabkan penumpukan dan bau tidak sedap.
“Pengangkutan sampah tidak menentu. Kalau musim kemarau masih mending, tapi kalau hujan, bau busuknya menyebar kemana-mana,” keluh Poniyem, seorang pedagang pasar Daya Murni.
Kondisi ini mencerminkan lemahnya manajemen pengelolaan sampah di Tubaba, menambah daftar panjang masalah yang dihadapi DLHD.
Kasus dugaan mark up dan proyek fiktif di DLHD Tubaba ini semakin menguatkan bahwa terdapat penyimpangan serius dalam pengelolaan anggaran di dinas tersebut. Inspektorat diharapkan bertindak tegas dalam memanggil dan memeriksa pihak terkait, serta mengungkap fakta-fakta di balik skandal ini demi transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran daerah.
Akang/Fitrah