Tulang Bawang Barat, Investigasi.News – Dugaan penyimpangan dalam belanja publikasi media yang bersumber dari Dana Desa (DD) Tiyuh Candra Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), kini resmi masuk meja pemeriksaan Inspektorat. Anggaran ratusan juta rupiah selama tiga tahun terindikasi bocor melalui sistem satu pintu yang janggal dan tanpa dasar hukum yang jelas.
Inspektorat: Ada Indikasi Ketidaksesuaian
Muslim, Irbansus Bidang Investigasi Inspektorat Tubaba, saat ditemui Selasa (8/4/2025), membenarkan bahwa belanja publikasi media Tiyuh Candra Jaya sedang dalam proses pemeriksaan.
“Masih dalam proses pemeriksaan. Ada temuan di beberapa tiyuh lain juga, sebagian sesuai, sebagian tidak,” ujarnya singkat.
Meski belum membeberkan detail, Muslim mengindikasikan adanya kejanggalan dalam mekanisme dan realisasi anggaran di sejumlah tiyuh, termasuk Candra Jaya.
Anggaran Fantastis, Program Berulang
Berdasarkan data yang diperoleh, total anggaran belanja publikasi media Tiyuh Candra Jaya dalam tiga tahun terakhir mencapai Rp150.900.000 dengan rincian:
- Tahun 2022: Rp 64.000.000 (Publikasi Pemerintahan, Surat Kabar, Website)
- Tahun 2023: Rp 51.200.000 (Publikasi, Surat Kabar, dan Bantuan Operasional APDESI)
- Tahun 2024: Rp 35.700.000 (Publikasi, Sistem Informasi Tiyuh, Surat Kabar, Bantuan APDESI)
Anehnya, meski sudah teranggarkan dan disalurkan melalui sistem satu pintu yang dikoordinir APDESI, Tiyuh tetap kembali menganggarkan kegiatan serupa setiap tahun. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya pengulangan anggaran tanpa output yang jelas—celah yang patut dicurigai sebagai bentuk kebocoran.
Salim: “Kami Serahkan ke APDESI, Dasarnya? Tidak Tahu”
Salim, Kepala Tiyuh Candra Jaya, saat dikonfirmasi pada Rabu (26/2/2025), mengakui belanja publikasi dikelola satu pintu melalui APDESI, mencakup media, organisasi, LSM, dan media independen.
“Belanja publikasi satu pintu sama APDESI. Mereka yang koordinasi ke media,” ujar Salim.
Namun saat ditanya dasar hukum mekanisme tersebut, Salim justru kebingungan. “Kesepakatannya ada di APDESI, hitam di atas putihnya juga sama mereka. Kami cuma ikuti,” elaknya.
Lebih parah lagi, saat pemeriksaan SPJ oleh Inspektorat, Salim mengaku tidak mampu menjelaskan. “SPJ-nya ya berita. Kami bayar, duitnya sudah kami serahkan ke APDESI,” akunya.
Kekacauan Sistemik, Diduga Terjadi di Banyak Tiyuh
Salim tak menampik bahwa pola pengelolaan seperti itu terjadi hampir di seluruh tiyuh di Tubaba. Ia bahkan menyebut dirinya disorot karena tidak mengikuti arus yang ada.
“Semua tiyuh juga seperti itu. Tapi kalau saya tidak ikut, saya dibilang pembangkang,” katanya.
Lebih ironis, dana yang digelontorkan tidak menyelesaikan masalah, justru menambah beban.
“Dari Rp30 jutaan itu, kita masih nombok. Banyak media yang tidak tercover, tapi tetap menuntut,” keluhnya.
Kesimpulan: Skema Kabur, Potensi Pelanggaran Nyata
Pengelolaan anggaran belanja publikasi yang tidak transparan, tanpa dasar hukum jelas, dan terpusat di satu lembaga eksternal tanpa pertanggungjawaban yang kuat merupakan potensi pelanggaran serius. Jika dibiarkan, pola ini bisa menjadi pintu masuk praktik koruptif sistemik dalam pengelolaan Dana Desa.
Masyarakat kini menanti keberanian Inspektorat untuk membongkar tuntas dugaan penyimpangan ini dan memberikan sanksi kepada pihak yang terbukti melanggar aturan. Dana desa adalah hak rakyat, bukan alat bancakan elite lokal.
Akang/fitrah