Iklan bank Jatim

Corak Tradisi Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula Dalam Menyambut Malam Lailatul Qadar

More articles

A. Prolog

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai Suku dan Budaya. Mereka hidup di bumi Nusantara dengan segala perbedaan latar belakang dan Kebudayaan yang mencirikan masing-masing daerah dari mana mereka berasal. Dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan pastinya memiliki suatu kebudayaan apalagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang multikultural. Masyarakat tentunya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dari yang tradisional menjadi masyarakat yang modern. Masyarakat tradisional dikenal dengan kebudayaannya yang masih kental, kebudayaan ini mereka pelajari dari alam, pengalaman kehidupan sosial mereka.

Pengetahuan-pengetahuan tersebut yang mereka dapatkan lalu di teruskan ke generasi penerus mereka dengan cara yang mudah di pahami oleh masyarakat tradisional. Walaupun sederhana tetapi memiliki banyak makna. Tradisi masyarakat tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan sosialnya. tradisi masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, dan agama. Tradisi masyarakat dengan cirinya tumbuh dan berkembang secara turun temurun, biasanya tidak disertai aturanaturan tertulis yang baku, namun wujudnya dalam bentuk lisan, perilaku dan kebiasaan tetap terjaga.

Berbagai bentuk tradisi telah menjadi kajian para sosiolog dan antropolog sehingga mengandung interprestasi pemikiran bahwa setiap kelompok masyarakat termasuk Masyarakat di kepulauan sula memiliki tradisi kepercayaan tersendiri dimana tradisi tersebut diyakini kebenarannya secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Manusia dan makhluk yang ada didalamnya dipandang sebagai bagian dari sistem atau isi sedangkan alam tempat tinggal dipandang sebagai wadah atau tempat. Pandanan hidup ini merupakan pandangan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan Masyarakat dimaluku utara. Meskipun demikian pandangan ini dapat diterima oleh mayoritas masyarakat yang beragama islam. Masyarakat Kepulauan Sula merupakan masyarakat yang mengedepankan keseimbangan alam dengan sifat kosmis religious-mistis. Keseimbangan alam ini, oleh masyarakat Kepulauan Sula dipercaya memiliki kaitan erat dengan perilaku manusia yang ada di dalamnya.

Masyarakat Kepulauan Sula merupakan salah satu Masyarakat yang mempunyai kebudayaan dan tradisi. Didalam tradisi Masyarakat Sula terdapat nilai-nilai keluhuran dan kearifan budaya lokal yang menjadi ciri khas Masyarakat Sula. Setiap tradisi dalam Masyarakat Sula memiliki arti dan makna filosofis yang mendalam dan luhur, yang mana tradisi ini sudah ada sejak dulu saat kepercayaan Masyarakat sula masih terkait dengan ananisme dinanisme, tradisi ini semakin berkembang dan terus mengalami perubahan.

Tradisi tersebut juga dipakai dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, yakni seperti isra miraj, maulid nabi Muhammad SAW, khatam al-qur’an hingga kegiatan dalam bulan Ramadhan. Banyak tradisi Masyarakat Kepulauan sula dalam menyambut dan mengisi bulan Ramadhan, namun penulisan ini, penulis hanya melihat satu tradiri saja yakni Tradisi Menyambut Malam Lailatul Qadar.

Tradisi yang berkembang ini, misalnya adalah perayaan malam ganjil pada tiga hari terakhir dari bulan Ramadhan yang dilaksanakan oleh masyarakat Kepulauan Sula. Bagi masyarakat Sula, tiga hari terakhir bulan Ramadhan tersebut tidak hanya diaktualisasikan dengan ibadah-ibadah sunnah sebagaimana yang dipraktikan Nabi, namun juga diaplikasikan dalam wadah tradisi yang telah berjalan secara turun temurun.

Baca Juga :  Bayaran Untuk Demokrasi

B. Makna Lailatul Qadar

Lailatul Qadar terdiri dari dua kata yaitu lailah dan qadr. Kata lailah yang bermakna malam hari dan qadr yang bermakna ukuran atau ketetapan. Dikatakan Lailatul Qadar karena memiliki makna malam yang agung atau malam yang mulia. Adapula yang berpendapat bahwa lailah al-qadr merupakan malam penetapan Allah bagi perjalanan manusia dengan diturunkannya al-Qur’an sebagai penetapan jalan hidup yang harus dilalui oleh manusia.

Salah satu kistimewaan bulan suci Ramadan yaitu adanya Lailatul Qadar. Lailatul Qadar merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh bulan Ramadan, yaitu malam yang disebut dalam al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, serta diampuni segala dosa bagi yang menghidupkan Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar merupakan malam diturukannya al-Qur’an yang penuh berkah, ditetapkan sebagai malam yang penuh dengan segala urusan besar dan penuh kebijaksanaan, disebut pula malam yang lebih baik dari seribu bulan serta malam yang sangat dimuliakan. Hal ini dijelaskan dalam QS. al-Qadr/97: 1-5. Dalam surah ini diterangkan bahwa Lailatul Qadar memiliki nilai yang sama dengan seribu bulan.

Lailatul Qadar memiliki arti sebagai malam kemuliaan dan kebesaran, dimana pada malam itu al-Qur’an diturunkan. Berkenaan dengan pengertian Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, ada pendapat yang mengatakan bahwa beirbadah pada malam itu memiliki pahala lebih besar dari seribu bulan. Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar itu lebih berharga dan lebih bernilai dari seribu bulan. Lailatul Qadar mengandung peristiwa bersejarah, dimana pada malam tersebut al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat manusia.

Al-qadr juga memiliki arti sebagai takdir dan ketinggian. Yang dimaksud al-qadr sebagai takdir adalah pada malam itu Allah swt. menetapkan perkara-perkara yang akan terjadi selama satu tahun kedepan, mulai dari kehidupan, kematian, rezeki, keberuntungan, kegagalan dan lain sebagainya. Yang dimaksud al-qadr sebagai ketinggian yaitu karena pada malam itu merupakan malam yang tinggi kedudukannya.

C. Tradisi Masyarakat Kepulauan Sula dalam Menyongsong Lailatul Qadar

1. Memeriahkan Masjid

Keistimewaan dari bulan Ramadan ialah adanya Lailatul Qadar. Lailatul Qadar merupakan malam yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Karena pada malam itu penuh dengan kebaikan dan keberkahan, serta pahala yang didapat akan dilipat gandakan. Dalam hal ini masyarakat banyak yang menyukai Lailatul Qadar, sehingga masyarakat Kepulauan Sula memahami dengan adanya Lailatul Qadar akan turun para malaikat ke muka bumi, yang akan terjadi pada malam ke-27, 28, dan 29 di bulan Ramadan. Masyarakatnya memeriahkan Masjid dalam masa malam Lailatul Qadar dengan jalan memperbanyak ibadah di Masjid sampai larut malam setelah melangsungkan sholat tarawih. Ibadah yang dilakukan oleh Masyarakat sula diantaranya yaitu dengan membaca ayat suci al-Qur’an.

Meriahnya Masjid pada saat malam Lailatul Qadar merupakan pembiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Sula dimana masyarakat berkumpul bersama dan melakukan berbagai aktivitas secara bersama-sama yang mendorong orang untuk melakukan kebajikan dengan meningkatkan amal ibadahnya di bulan suci Ramadhan secara bersama, terlebih ketika datangnya malam Lailatul Qadar dimana dorongan individu atau kelompok orang untuk meningkatkan kekuatan moral serta keimanan secara bersama dengan kegembiraannya dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul Qadar.

Baca Juga :  Pertambangan Di Maluku Utara Untuk Siapa?

2. Bersedekah Secara Sukarela.

Tradisi dalam kehidupan masyarakat yang ada di Indonesia, dimana Masyarakat sangat kental dengan berbagai aktivitas terutama yang berkaitan dengan pemberian yang dilakukan oleh sebagai wujud dari tradisi masyarakat, terlebih masyarakat tradisional yang masih kuat akan istilah kekerabatannya sehingga memunculkan keterikatan kekeluargaan yang erat yang menyebabkan munculnya kepedulian sosial yang tinggi diantara warganya yang dianggapnya sebagai saudaranya sendiri.

Saling membantu diantara warga adalah hal yang biasa dilakukan, sehingga memberikan sesuatu kepada kerabat yang membutuhkan adalah hal yang biasa dilakukan oleh warganya, terlebih memberikan sesuatu berupa makanan atau bahan makanan kepada pengurus Masjid, Saling bagi makanan buka puasa (Takjil) disaat bulan suci Ramadhan adalah hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat tradisional khususnya bagi mereka penganut agama Islam. Seperti halnya pada masyarakat Kepulauan Sula dimana rasa saling berbagi terus ditingkatkan baik sesame mereka maupun berbagi pada pihak yang membutuhkan seperti anak yatim, janda, para jompo dan kepada mualaf merupakan pemberian yang tidak terdapat paksaan di dalamnya. Dimana masyarakat secara sukarela dan penuh kegembiraan saling memberi dan menerima, serta hal ini merupakan pembiasan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun mengikuti pembiasaan yang dilakukan oleh para leluhurnya dalam rangka menyambut kedatangan malam Lailatul Qadar di bulan suci Ramadhan.

3. Pengurus Masjid Berlomba-Lomba Melaksanakan Kewajiban

Sebagai pengurus Masjid dalam kehidupan masyarakat Kepulauan Sula tradisional adalah jabatan yang disegani, tepatnya pada masyarakat yang ada dipedesaan posisi pengurus masjid sangat mulia, walaupun tidak terdapat penggajian atau ceramah yang diberikan dalam kepengurusannya, namun keberadaan mereka sangat dihormati dan disegani oleh masyarakatnya.

Hal ini terjadi pada masyarakat Kepulauan Sula yang masih sangat kental dengan struktur kepemimpinan adat yang digunakan dalam masyarakatnya, terlebih yang ada di wilayah pedesaan, dimana sebagian besar desa menganut kepemimpinan yang dibangun diatas musyawarah adat, baik yang dilakukan oleh pemimpin adat maupun pemimpin agama, sehingga tidak mudah untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.

Semangat yang tinggi dari para pengurus Masjid yang ada di Kepulauan Sula untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengurus Masjid adalah merupakan tuntutan dan tanggungjawab yang harus dilakukan akibat dari kepercayaan warga masyarakat kepada para pengurus Masjid yang ada di Setiap Desa, serta amanat dari para pimpinan adat yang telah memberikan tugas serta tanggungjawabnya secara turun temurun untuk mengurus Masjid yang ada di Kepulauan Sula.

Semangat yang tinggi dari para pengurus Masjid di setiap desa di Kepulauan Sula dilakukan dalam rangka melaksanakan adaptasi dengan berbagai macam sifat masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan yaitu kemaslahatan umat, yang dilakukan dengan berintegrasi dengan masyarakat setempat untuk tetap memelihara serta mempertahankan pola pengurusan masjid yang telah berlangsung secara turun temurun pada masyarakat Kampung Patipi Pulau. Dimana didalamnya terdapat nilai pendidikan islam yakni al-Masuuliyyah atau rasa tanggungjawab terhadap sesuatu, serta terdapat keikhlasan dalam pelaksanaannya.

Baca Juga :  Selamatkan Pendidikan Pulau Taliabu Dari Ijazah Palsu dan Pemotongan Dana BOS

4. Ritual Membakar Lampu Pelita (Ela-Ela).

Ela-ela dalam bahasa setempat berarti obor. Adanya budaya Ele-ela berkaitan dengan dominasi Islam di Kepulauan Sula dalam sejarahnya. Kabupaten Kepulauan Sula dikenal sebagai kabupaten dengan jumlah mayoritas islam yang ada di Provinsi Maluku Utara. Tidak dapat dipastikan secara jelas kapan Islam masuk ke Kepulauan Sula. Namun, besar kemungkinan pada sejak awal berdirinya Kesultanan Ternate, Islam telah dikenal oleh masyarakat setempat. Sebab, Kepulauan Sula pada masa itu telah menjadi tempat bermukimnya orang-orang.

Tradisi menyalakan api sebagai “tanda” jatuhnya malam lailatul qadar  (ela-ela) bagi masyarakat Kepulauan Sula telah berlangsung secara turun temurun sejak dahulu kala adalah tradisi dalam setiap menyambut malam Lailatul Qadar yang disebut ela-ela biasanya digelar pada malam 27 Ramadhan, puncak pelaksanaan usai shalat magrib dan dilanjutkan usai shalat tarawih. Sementara itu di setiap rumah tersedia masing-masing pelita (botol) dan obor (bambu) yang dinyalakan menerangi gelapnya malam. Semua mengandung arti nur atau cahaya. Masyarakat memeriahkan malam ela-ela sebagai suatu penghormatan terhadap malam lailatul-qadar.

Pada malam Lailatul Qadar, masyarakat Kepulauan Sula sibuk menghias halaman rumah mereka dengan api obor dari bambu. Karena tradisi ini hanya dilakukan setahun sekali, orang-orang sangat antusias untuk menghias rumah mereka dengan obor dan pelita yang menjadikan setiap sudut kampung benderang. Masyarakat Sula meyakini bahwa pada malam tersebut para malaikat memberikan hidayah yang berlimpah kepada siapa saja yang beruntung. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan yang telah ditugaskan dan dikehendaki-Nya.

Penutup.

Meriahnya tradisi dalam menjemput malam Lailatul Qadar merupakan pembiasaan yang dilakukan masyarakat di Kepulauan Sula dengan melakukan aktivitas keagamaan bersama, mendorong warga melakukan kebajikan dengan meningkatkan ibadah di bulan suci Ramadhan, terlebih ketika datangnya malam Lailatul Qadar, dorongan individu atau kelompok orang untuk meningkatkan kekuatan moral serta keimanan dengan kegembiraannya melalui tradisi seperti berbagi, tadarusan, memakmurkan masjid, membakar lampu ela-ela dan pawai obor yang dilaksanakan di Masjid disetiap Desa.

Masyarakat mempertahankan tradisi yang ada yang memiliki makna (keyakinan, pengetahuan serta kebiasaan), sebagai cara mengatur, menerima, berbagai tradisi yang dianggap baik serta mendasari pemahaman bersama dan mengembangkan interaksi dan tindakan lebih lanjut, serta menolak, melawan berbagai budaya luar yang dianggap bertentangan dengan masyarakat Kampung Patipi Pulau. Agama menjelaskan berbagai tatanan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yang mampu menyatu dengan budaya dan berkembang dalam sebuah tradisi yang dilaksanakan secara terus menerus oleh Masyarakat Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara.

Profil Penulis

Sahrul Takim, S.Pd.I., M.Pd.I                  adalah Dosen pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Babussalam Sula Maluku Utara.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest