Opini: Oleh Y. Tabaika/ Korlipnas Investigasi.new
Lembaga pengawas pemilu seperti Bawaslu sejatinya berdiri sebagai benteng netralitas demokrasi. Namun, tindakan Bawaslu Kabupaten Pulau Taliabu belakangan ini memicu keraguan publik. Pemanggilan anggota KPPS yang masa tugasnya telah usai, disertai saksi Pilkada dari pasangan calon tertentu, menimbulkan tanda tanya besar terhadap independensi lembaga ini.
Langkah ini terasa janggal, terutama karena dilakukan setelah pleno KPU menetapkan pasangan Sashabila-La Ode Yasir sebagai pemenang suara terbanyak dalam Pilkada Taliabu. Absennya keterlibatan PPK maupun KPU dalam proses ini semakin mempertegas kesan adanya ketidakwajaran. Apakah ini langkah penegakan aturan, atau justru bentuk keberpihakan terselubung?
Yang lebih mengkhawatirkan adalah selektivitas pemanggilan saksi. Mengapa hanya saksi dari pasangan calon bupati yang dipanggil, sementara saksi pasangan calon gubernur diabaikan? Dengan gugatan pasangan ABDI dan CITRA-UTU yang telah dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi, langkah Bawaslu ini memunculkan persepsi bahwa ada kepentingan yang bermain di balik proses klarifikasi ini.
Ironi semakin terasa ketika Ketua Bawaslu sebelumnya menyatakan bahwa Pilkada Pulau Taliabu berlangsung aman tanpa pelanggaran serius. Pernyataan ini bertolak belakang dengan tindakan pemanggilan disertai ancaman penjemputan paksa terhadap anggota KPPS yang dianggap tidak kooperatif. Bukannya memberikan rasa aman, ancaman seperti ini justru merusak citra demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan dan transparansi.
Netralitas adalah syarat mutlak bagi lembaga pengawas pemilu. Tanpa itu, Bawaslu hanya akan menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan tertentu. Transparansi dalam penanganan dugaan pelanggaran sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik. Jika tidak, masyarakat akan terus meragukan independensi Bawaslu dan menilai bahwa demokrasi di Pulau Taliabu telah kehilangan integritasnya.
Pertanyaan yang harus dijawab Bawaslu adalah: Apakah langkah ini benar-benar demi menegakkan keadilan pemilu, atau ada kepentingan politik tertentu yang coba dilindungi? Masyarakat menanti kejelasan, bukan sekadar formalitas. Pemilu bukan sekadar tentang pemenang, tetapi tentang kepercayaan pada sistem yang mengawalnya.