Unggul di Survei, Dua Petahana Piaman Raya Tumbang di Pilkada 2024: “Masyarakat Muak dengan Keberlanjutan, Inginkan Perubahan”

 

Oleh: Nofriadi Kurnia Putra, S.I.P
Peneliti Studi Politik
Mahasiswa S2 Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Pilkada serentak yang digelar pada Rabu, 27 November 2024, telah berlangsung di seluruh Indonesia, termasuk Sumatera Barat. Pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten dan kota pun selesai digelar. Para kandidat dan pendukungnya kini menanti hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Salah satu inovasi dalam Pilkada kali ini adalah akses **Sirekap C1** yang disediakan KPU untuk menampilkan hasil penghitungan suara secara langsung dari TPS. Warga juga dapat memantau langsung hasil hitung cepat di lokasi TPS masing-masing.

Pilkada Sumatera Barat 2024 menghadirkan fenomena politik menarik, di mana hampir 50% petahana yang mencalonkan diri kembali mengalami kekalahan. Di Piaman Raya, dua petahana yang diprediksi unggul harus tumbang. Mereka adalah Genius Umar–Ridwan di Kota Pariaman serta Suhatri Bur–Yosdianto di Kabupaten Padang Pariaman.

Di Kota Pariaman, pasangan Genius Umar–Ridwan, yang diusung oleh Golkar, Demokrat, PBB, dan PKS, hanya mampu meraih 35% suara atau 17.694 suara berdasarkan hitung cepat. Mereka kalah dari pasangan Yota Balad–Mulyadi, yang diusung oleh NasDem, Gerindra, dan PPP, dengan perolehan 49,58% atau 24.936 suara. Di posisi ketiga, pasangan Mardison Mahyudin–Bahrul Hanif memperoleh 13,39% atau 6.734 suara.

Baca Juga :  Kegagalan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur; KKP Mesti Umumkan Perusahaan Lelang Ikan

Sementara itu, di Kabupaten Padang Pariaman, pasangan Suhatri Bur–Yosdianto, yang diusung PAN dan PPP, hanya mampu meraih 42% suara atau 66.263 suara. Mereka kalah dari pasangan John Kenedy Azis–Rahmat Hidayat, yang diusung oleh koalisi besar (Gerindra, Demokrat, NasDem, PKS, Golkar, PKB, dan PDIP), dengan perolehan suara 57,78% atau 90.691 suara.

Kekalahan dua petahana ini cukup mengejutkan, mengingat mereka sebelumnya unggul dalam survei lokal yang dilakukan oleh lembaga SBLF. Genius Umar–Ridwan sempat mencatat elektabilitas 55%, sementara Suhatri Bur–Yosdianto berada di angka 55,18%. Survei-survei ini sempat memunculkan anggapan bahwa kemenangan petahana sudah hampir pasti.

Namun, hasil akhir Pilkada menunjukkan kenyataan yang berbeda. Fenomena ini membuktikan bahwa hasil survei pra-Pilkada tidak selalu mencerminkan pilihan akhir masyarakat, terutama dalam kondisi politik yang dinamis. Strategi politik, kerja tim, serta isu-isu lokal yang mencuat menjelang hari pencoblosan menjadi faktor penentu kemenangan.

Baca Juga :  MUKP, Rentenir atau Pemberdayaan?

Dalam Pilkada, petahana biasanya mengusung narasi keberlanjutan sebagai andalan. Genius Umar–Ridwan dan Suhatri Bur–Yosdianto memanfaatkan program dan keberhasilan yang mereka raih selama lima tahun terakhir sebagai modal kampanye. Namun, mereka tampaknya kurang siap menghadapi kritik terhadap kekurangan dalam pemerintahan mereka.

Narasi keberlanjutan sering kali dianggap oleh masyarakat sebagai stagnasi. Ketidakpuasan terhadap program mangkrak, ketimpangan sosial, pelayanan kesehatan yang kurang optimal, dan kebijakan pendidikan yang dianggap tidak adil menjadi bahan evaluasi oleh masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi penantang untuk menyuarakan perubahan.

Penantang seperti Yota Balad–Mulyadi dan John Kenedy Azis–Rahmat Hidayat menawarkan solusi baru dan membawa harapan bagi masyarakat yang menginginkan perbaikan. Mereka menggarisbawahi kelemahan pemerintahan petahana dan menyodorkan program kerja yang dianggap lebih segar dan relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

Baca Juga :  Meninjau Pencemaran Nama Baik Sebagai Delik Pers

Selain program kerja, karakter dan gaya kepemimpinan petahana turut memengaruhi hasil Pilkada. Gaya komunikasi, kemampuan berempati, hingga figur-figur di sekitar petahana menjadi faktor penting yang memengaruhi persepsi masyarakat.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menilai dari hasil kerja, tetapi juga dari interaksi dan hubungan langsung mereka dengan pemimpin. Ketidakpuasan terhadap gaya kepemimpinan atau ketidakpercayaan terhadap lingkaran terdekat petahana dapat menjadi salah satu alasan kekalahan.

Hasil Pilkada 2024 menunjukkan bahwa masyarakat di Piaman Raya menginginkan perubahan. Pilihan mereka terhadap kandidat baru menjadi sinyal kuat bahwa narasi keberlanjutan harus dikemas dengan pendekatan yang lebih inovatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Ke depan, baik petahana yang kalah maupun pemenang diharapkan dapat belajar dari dinamika ini. Evaluasi program, pendekatan yang lebih inklusif, serta komunikasi yang efektif menjadi kunci untuk memenangkan hati masyarakat dalam setiap kontestasi politik.

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
3,758PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles