Balasan Bersadaqah Dari Allah Itu Sungguh Tak Disangka-sangka

More articles

spot_img

Penulis: Hasneril, SE

Di antara kunci sukses dan bahagia dalam hidup adalah perbanyak berbagi. Jangan sekali-kali kita takut untuk berbagi. Karena tidak ada kemiskinan yang datang dari berbagi dan memberi. Memberi sesungguhnya adalah pintunya rezeki. Sebagai saudara tak ada halangan untuk kita saling berbagi.

Dimulai dari sini, saya akan menceritakan sebuah perjalanan dan indahnya berbagi, Jadi, Hampir dua tahun lalu semenjak Maret 2020, saya tidak lagi menginjakan kaki di daerah ibukota negara Indonesia tercinta, Jakarta, selama itu pulalah covid-19 melanda negeri ini. Walaupun hati ini ingin ke tanah Jawa, tetapi ada sesuatu hal yang menyebabkan saya tidak mau berangkat, padahal di Tanah Jawa banyak yang saya rindukan, ada ibu, adik, keponakan, teman-teman setia, bapak-bapak yang saya kenal dan ada rekan bisnis yang ingin sekali saya ditemui di Tanah Abang dan Proyek Senen.

Selain menemui ibu, saya juga ingin menyampaikan kabar gembira kepada saudara-saudara di Jakarta tentang aset untuk mereka di akhirat kelak. Dengan kata lain, saya datang ingin memohon bantuan mereka supaya ikut berdonasi tanah untuk pembangunan Pondok Pesantren Al-Qur’an Darul Inqilabi (PADI) Lubuk Basung.

Ketika sampai di Jakarta, Kamis 12 Januari 2022, saya langsung memberi kabar ke saudara-saudara yang ada nomor whatsapp-nya. Akan tetapi tidak ada respons. Hari Jumat besoknya saya putar-putar di Tanah Abang, juga tidak ada yang merespons, paling janji InshaAllah, kapan-kapan. Itu saja jawaban yang saya dapatkan.

Dalam hati saya berkata, mungkin ada yang salah, karena tidak ada yang ingin sadaqah untuk Pondok PADI, padahal sudah dijelaskan.

Sabtu pagi saya coba lagi, juga tidak ada yang menanggapi, rata-rata hanya jawaban InshaaAllah yang banyak saya dapatkan.

Seketika, ingatan saya mengingat, apa yang salah yang saya lakukan. Tiba-tiba, saya baru sadar jika saya belum ada sadaqah semenjak Kamis sore kecuali tahlilan buat orangtua, mertua, serta orang tua-tua yang telah meninggal.

Selesai dari Tanah Abang pagi itu saya bertemu seseorang, siangnya saya berangkat ke Senen dan langsung makan dulu di Warung Nasi Kapau Bukittinggi. Dihadapan saya duduk, ada bapak-bapak bersama istrinya sedang makan, sepertinya orang Padang juga dan ada pengamen sedang nyanyi. Sang bapak dan istrinya terlihat sangat senang dengan alunan nyanyi nostalgia yang dinyanyikan si pengamen.

Pengamen itu menyanyikan beberapa lagu, lalu menyodorkan bungkusan permen ke bapak dan ibu tersebut. Namun, keduanya mengangkat tangan pertanda mohon maaf dulu. Meski demikian, si pengamen tetap tersenyum, lalu tersenyum menghadap ke saya sambil menyodorkan bungkusan permen tadi. Saya ambil dari kantong belakang uang sekedarnya dan memberikan kepada si pengamen.

Hal yang membuat terkesan, si pengamen sangat santun, ramah dan sangat beradab, sesuai dengan motto Pondok Pesantren PADI. Ketika saya tawarkan makan, dia tidak mau dan mengucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasihpun diulangnya beberapa kali sambil mendoakan, “Semoga Bapak murah rizki ya, Pak!”

Saya jawab, “Terima kasih doanya dan mudah-mudahan kita bisa bertemu kembali di sini,” kemudian dia jawab “Aamiiin…!’

Drama satu babak antara saya dan si pengamen dilihat oleh ibu dan bapak yang makan di hadapan saya..

Setelah selesai makan saya jalan kaki ke arah Jatinegara. Sambil jalan, dipinggir jalan saya lihat bapak-bapak duduk di trotoar. Di hadapnya ada karung yang sudah lusuh. Saya melihat ke beliau sambil menyapa, beliau jawab dengan senyuman juga.

Kira-kira 200 meter kemudian, teringat kembali bapak tadi dan balik lagi. Saya jongkok di hadapan beliau dan bertanya, sudah berapa banyak dapat barang bekas? Beliau jawab baru segini.

Saya tanya lagi apakah bapak sudah makan, dia jawab belum. “Nanti siang saja.”

Dalam hati saya bertanya, emang siang bapak ini pukul berapa? Padahal saat itu sudah pukul 14.00 WIB,

Sambil menahan tangis saya ambil uang di kantong celana dan menyerahkan ke bapak tersebut untuk makan beliau. Namun, bapak itu menolak, tidak usah. Saya pun menolak ketika dia kembalikan uang itu.

Bapak itu meraih ujung bajunya untuk menghapus air yang keluar dari matanya, saya pun ikut sedih teringat andaikan beliau ini saya, gimana perasaan ini ya.

Saya izin pamit, beliau bilang terima kasih sambil mengucapkan kata-kata mendoakan saya.

Singkat cerita, Sabtu malam, saya makan ketupat sayur di warung nasi pinggir jalan atau depan Polsek Jatinegara. Warung itu milik orang Pariaman, dan dia sudah kenal sebelumnya dengan saya.

Selesai makan ketupat datang seorang bapak yang sudah sangat tua. Ia minta sadaqah, lalu diajak duduk dan kami cerita-cerita. Di akhir cerita saya tawarkan bapak itu makan ketupat sayur. Dia mau karena dari siang katanya belum makan. Selanjutnya, si bapak pamit ingin pulang dan ia berjanji akan selalu ingat saya setiap habis shalat untuk mendoakan, kebaikan ini akan beliau balas dengan mendoakan karena hanya itu yang bisa beliau berikan.

Saya jawab, terima kasih, mudah-mudahan bapak tetap Allah sehatkan.

Sambil duduk- duduk saya buka WhatsApp, ternyata sudah ada beberapa orang yang saya temui hari Jumat dan Sabtu mengirim atau membalas pesan saya, ada minta dijemput donasinya dan ada yang minta nomor rekening untuk mengirim donasi, ada juga yang meminta untuk mampir ke toko atau ke rumahnya. Sangat luar biasa!

Itulah balasan sadaqah, langsung Allah perlihatkan balasannya. Saya tidak tahu doa siapa yang Allah kabulkan untuk memudahkan urusan saya karena semua begitu cepat diperlihatkanNya. Apakah doa pengamen, pemulung ataukah doa bapak tua, atau doa dari pengurus pondok, karena sebelum berangkat saya minta doa, dan atau doa saya dan keluarga, itu semua hanya Allah-lah yang tahu.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Latest

spot_img