Sibolga, Investigasi.news – Kekecewaan kembali dirasakan oleh penumpang kapal penyeberangan milik PT. Wira Jaya Logitama (WJL) yang melayani rute Gunungsitoli–Sibolga. Kali ini, keluhan datang dari Meida Siska Mardalena Zebua (25), seorang mahasiswi Universitas Terbuka yang hendak menghadiri prosesi wisuda di Kota Medan. Ia mengaku dirugikan secara finansial dan waktu akibat kebijakan tambahan biaya serta buruknya pelayanan di atas kapal.
Kepada Investigasi.news, Meida mengungkapkan harus membayar biaya bagasi sebesar Rp10.000 per potong untuk dua barang bawaan seberat total 18 kg. Barang-barangnya pun diwajibkan dimasukkan ke gudang penyimpanan kapal, tanpa ada kejelasan hak penumpang atas perlindungan atau kompensasi jika barang rusak atau hilang.
Tak hanya itu, penumpang juga dikenakan biaya “pas penumpang” saat memasuki Pelabuhan Gunungsitoli. Biaya-biaya tersebut dinilai tidak transparan dan memberatkan, apalagi tidak semua penumpang paham dasar hukumnya.
“Kami sebagai penumpang merasa terlalu banyak jenis pungutan saat melakukan penyeberangan. Mohon ini menjadi perhatian semua pihak, terutama Pemprov Sumatera Utara, karena pelabuhan ini antar kabupaten dalam provinsi. Masyarakat kecil tidak seharusnya dibebani dengan pungutan-pungutan yang tidak jelas dasarnya,” ujar Meida, Rabu (24/04/2025), sesaat setelah tiba di Pelabuhan Sibolga.
Yang lebih menyakitkan, Meida harus kehilangan kesempatan berangkat ke Medan karena tertinggal kendaraan lanjutan. Hal itu disebabkan lamanya proses pengambilan barang dari gudang kapal, diperparah dengan keterlambatan kapal yang seharusnya tiba pagi hari namun baru merapat pukul 09.00 WIB.
“Biasanya kapal sampai pukul 06.00 atau 07.00 pagi. Tapi kali ini tiba pukul 09.00 WIB. Belum lagi kami harus antre dua kali untuk pengecekan tiket, satu kali di atas kapal dan satu kali lagi saat hendak turun. Ini tidak efisien dan sangat menyusahkan. Setelah 11 jam di kapal, kami masih dibuat stres,” katanya dengan nada kecewa.
Saat dikonfirmasi, General Manager PT. WJL, Herry Yon Marbun, membenarkan bahwa barang-barang berukuran besar seperti karton, karung, dan koper memang diwajibkan masuk ke ruang bagasi demi keselamatan penumpang.
“Tujuannya agar barang tidak menumpuk di lorong dan menghalangi jalur evakuasi. Itu sangat berisiko bagi keselamatan. Biaya resmi adalah Rp5.000 per potong. Jika ditemukan pungutan di luar ketentuan, silakan laporkan dan kami akan ambil tindakan terhadap oknum yang bermain,” tegas Herry.
Ia juga menyatakan bahwa barang yang dititipkan menjadi tanggung jawab penuh pihak kapal jika terjadi kerusakan atau kehilangan.
“Ini bagian dari tanggung jawab kami sebagai operator. Namun kami juga butuh kerja sama penumpang agar proses ini berjalan tertib dan aman,” tambahnya.
Terkait keluhan soal antrean dan pengecekan tiket dua kali, Herry menyatakan bahwa prosedur itu penting demi memastikan manifes penumpang tetap akurat dari titik keberangkatan hingga kedatangan.
“Pengecekan ulang tiket merupakan prosedur keselamatan. Kita pastikan jumlah penumpang saat kapal berangkat dan tiba sesuai, agar tidak ada insiden penumpang yang tertinggal atau musibah di tengah perjalanan,” jelasnya.
Meski pihak operator mengklaim semua dilakukan demi keselamatan dan kenyamanan, praktik di lapangan menunjukkan ada banyak aspek layanan yang belum ideal. Ketidakteraturan jadwal, lambatnya proses debarkasi, dan minimnya sosialisasi soal biaya membuat pengalaman penumpang jauh dari nyaman.
Meida dan penumpang lainnya berharap agar keluhan ini tidak hanya dijadikan bahan klarifikasi, tetapi menjadi pijakan perbaikan menyeluruh. Pemerintah daerah, otoritas pelabuhan, dan pengelola kapal diminta hadir dan aktif melakukan pengawasan terhadap layanan transportasi laut yang vital bagi mobilitas warga kepulauan seperti Nias dan sekitarnya.
“Kami hanya ingin perjalanan yang manusiawi, tidak memberatkan dan menghormati hak penumpang,” tutup Meida.
Wr. Warasi