Limapuluh Kota, Investigasi.news — Aroma konflik politik kian menyengat di Kabupaten Limapuluh Kota. Dalam sidang paripurna DPRD pada Kamis (31/7/2025), lima fraksi secara tegas menolak Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) APBD 2024 yang diajukan Bupati H. Syafni. Penolakan ini tidak hanya mengancam keberlangsungan pembangunan daerah, tetapi juga memperuncing ketegangan antara eksekutif dan legislatif.
Sidang paripurna yang berlangsung di ruang sidang utama DPRD itu menjadi saksi betapa rapuhnya sinergi antara pemkab dan wakil rakyat. Dari delapan fraksi, lima menyatakan penolakan secara terbuka, yakni:
* Fraksi PAN (disampaikan oleh Mulyadi)
* Fraksi Gerindra (Zulhikmi Dt. Rajo Suaro)
* Fraksi Demokrat (Prima Maifirson)
* Fraksi PPP (Syafril)
* Fraksi Gabungan PKB-Hanura-PDIP (Yuliansof)
Sementara tiga fraksi lain — Golkar, NasDem, dan PKS — menyatakan menerima LPP dengan sejumlah catatan keras.
Rapat ini dihadiri langsung oleh Bupati H. Syafni, Sekda Herman Azmar, dua pimpinan DPRD yakni Alia Efendi Dt. Bijayo Nan Mudo (NasDem) dan H. Muhammad Fadhlil (PKS), Sekwan Fiddria Fala, para kepala OPD, camat, anggota DPRD, serta undangan lainnya.
Dalam keterangannya kepada Investigasi News pada Jumat (1/8/2025), juru bicara Fraksi PAN, Mulyadi, menegaskan bahwa penolakan ini bukan keputusan politis semata, tetapi karena banyaknya catatan buruk dalam pelaksanaan APBD 2024.
“Ini menyangkut tanggung jawab besar. Penolakan kami karena masih banyak kegagalan dalam realisasi program prioritas, minimnya transparansi, dan lemahnya akuntabilitas anggaran,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa dampak dari penolakan ini sangat serius: tidak adanya Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) pada APBD 2025, yang berarti akan banyak proyek pembangunan yang tertunda bahkan batal. Ini tentu saja mengorbankan masyarakat.
“Konflik antara Pemda dan DPRD makin meruncing. Kami menolak bukan untuk menghambat, tetapi untuk memperbaiki. Namun jika tidak ada langkah serius dari pihak eksekutif, maka pembangunan akan tersendat, dan kepercayaan publik makin terkikis,” ujar Mulyadi penuh keprihatinan.
Mulyadi juga menyoroti bahwa ini bukan kali pertama terjadi ketegangan antara bupati dan DPRD. Namun kali ini eskalasinya jauh lebih dalam karena menyangkut nasib anggaran daerah untuk tahun berjalan.
“Jangan anggap ini biasa. Ini sinyal bahwa ada yang tidak beres. Pemda harus introspeksi dan segera melakukan pembenahan, bukan malah bungkam saat ditanya,” tukasnya.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut terkait langkah Pemkab usai penolakan ini, Sekwan Fiddria Fala membenarkan bahwa belum ada tindak lanjut resmi dari bupati maupun Badan Keuangan Daerah (BKD). “Untuk langkah selanjutnya belum ada petunjuk,” ucapnya via sambungan telepon.
Sementara itu, upaya Investigasi.News untuk mengonfirmasi langsung Bupati H. Syafni dan Kepala BKD Win Heri Endi tidak membuahkan hasil. Keduanya tidak menjawab panggilan telepon maupun pesan WhatsApp hingga berita ini diturunkan.
Yon

