Kuantan Singingi, Investigasi.news – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) berskala besar di Kelurahan Muara Lembu, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, semakin marak dan terkesan kebal hukum. Diduga kuat, operasi tambang ilegal ini mendapat perlindungan dari oknum aparat.
Dalih izin Galian C (Quarry) dimanfaatkan oleh mafia tambang berinisial AB, yang telah menjalankan bisnis ilegal ini selama bertahun-tahun. Meski aktivitasnya terang-terangan merusak lingkungan dan melanggar hukum, penindakan terhadapnya nyaris tak terdengar. Dugaan kuat muncul bahwa aparat penegak hukum telah “diamankan” oleh jaringan tambang ilegal ini.
Sumber di lapangan mengungkapkan bahwa AB selalu menggunakan kedekatannya dengan oknum aparat untuk mengamankan operasinya. Ia bahkan disebut-sebut kerap mengklaim “punya beking kuat” agar tak tersentuh hukum.
Selain merusak lingkungan, tambang emas ilegal ini diduga menggunakan BBM bersubsidi yang diperoleh dari SPBU terdekat. BBM yang seharusnya untuk rakyat malah dipakai untuk menggerakkan alat berat seperti excavator di lokasi tambang. Puluhan jerigen berisi solar bersubsidi ditemukan di sekitar area operasi. Akibatnya, pasokan BBM bersubsidi di Kuansing semakin langka, membuat warga semakin terbebani.
Tak hanya menyedot BBM bersubsidi, aktivitas PETI berskala besar ini juga telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Lahan menjadi tandus, air sungai tercemar, dan risiko bencana seperti banjir serta longsor meningkat drastis.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Kuansing AKBP Angga Febrian hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan. Sementara itu, Kapolsek Singingi AKP Lintar Sialoho mengklaim pihaknya sudah melakukan penindakan terhadap 20 unit alat berat, serta menangkap dua pelaku dalam operasi sebelumnya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan aktivitas PETI tetap berjalan bebas.
“Jumlah alat di dalam saat ini ada empat unit, box penyaringan emas ada dua tempat. Operasi ini dikelola langsung oleh anak AB, yaitu Raup, Gapur, dan Ayat dengan sistem bagi hasil,” ungkap seorang warga berinisial N (43).
Warga juga menyoroti arogansi keluarga AB yang merasa tak tersentuh hukum. “Mereka seperti punya segalanya, sombong, dan seolah-olah aparat tak berkutik di hadapan mereka,” tambahnya.
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, aktivitas PETI modus Quarry seperti yang dilakukan AB merupakan pelanggaran serius. Pelaku bisa dijerat Pasal 158 dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Tak hanya pelaku, pihak yang menerima atau memperdagangkan hasil tambang ilegal juga bisa dikenakan Pasal 161, yang mengatur sanksi bagi penadah.
Masyarakat kini menunggu ketegasan aparat penegak hukum. Apakah Kapolres Kuansing berani menindak mafia tambang ini atau justru membiarkan mereka semakin berkuasa?
Modus AB yang berlindung di balik izin Galian C harus diwaspadai. Perlu diingat, izin Surat Izin Pertambangan (SIP) tidak serta-merta membolehkan penambangan. Pemilik izin tetap harus melengkapi dokumen rencana kerja, izin lingkungan, serta izin penggunaan kawasan hutan (PKH) dan izin dari Badan Wilayah Sungai (BWS) jika lokasi berada di sekitar sungai.
Masyarakat berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Polda Riau segera turun tangan untuk menutup tambang emas ilegal ini. Jika ada oknum aparat yang terlibat, mereka harus diproses sesuai hukum.
“Jangan hanya berani menindak rakyat kecil! Jika hukum benar-benar adil, maka mafia besar yang menggunakan alat berat juga harus ditindak,” tegas warga.
Kini, publik menanti: Apakah hukum benar-benar berlaku untuk semua, atau hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Tim