Natuna , Investigasi.News – Di tengah hujan deras dan hembusan angin kencang yang membasahi Ranai, denting gong dan tabuhan gendang dari Museum Sriserindit mengalun memecah udara, seolah memanggil kembali ingatan pada masa ketika tarian tradisional menjadi napas kehidupan masyarakat pesisir.
Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV, UPT Kementerian Kebudayaan, pada Minggu (10/8/2025) resmi membuka lokakarya tiga hari yang mengupas dan mempraktikkan tiga tarian khas Natuna: Tari Mendu, Lang-Lang Buana, dan Tari Topeng. Sebanyak 150 pelajar dari berbagai SLTA hingga perguruan tinggi, termasuk SMAN 1 Bunguran Timur, SMAN 2 Bunguran Timur, SMA 1 Bunguran Timur Laut, MAN Ranai, SMK Pariwisata, hingga mahasiswa STAI Natuna, ikut ambil bagian.
Tari Mendu – teater tradisional yang memadukan tarian, nyanyian, dan dialog – telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Begitu pula Lang-Lang Buana, tarian langka yang hanya ditemukan di Natuna dan menjadi identitas kuat masyarakatnya. Sementara Tari Topeng di Natuna memiliki fungsi unik sebagai media penyembuhan, dengan gerak tari tangan, kain, dan piring yang dibawakan 5–6 penari diiringi limpung, gong, dan gendang. Kesenian ini hanya ada di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, dan masih minim dikenal publik.
“Ketiga tarian ini adalah harta karun yang hampir punah dimakan zaman. Kewajiban kitalah untuk menjaganya,” ujar Andiyansyah, staf perencanaan BPK Wilayah IV, usai pembukaan. Ia menyebut kegiatan ini sebagai kenduri budaya yang menumbuhkan kembali kebanggaan dan rasa memiliki pada generasi muda.
Hasil lokakarya akan dipentaskan di Kecamatan Pulau Tiga pada 13–15 Agustus mendatang. Lokasi ini bahkan dipertimbangkan untuk dijadikan desa budaya di masa depan.
Kadisdikbud Natuna, Hendra Kusuma, mengapresiasi langkah BPK IV. Menurutnya, kemajuan teknologi membawa dampak ganda, di satu sisi mempermudah informasi, namun di sisi lain membuat budaya lokal kian terpinggirkan.
“Budaya kita mulai tertinggal. Mari kita lestarikan lewat lokakarya ini. Karena adik-adiklah generasi penerus maestro hari ini,” tegas Hendra.
Kegiatan ini turut dihadiri Rektor STAI Natuna Umar Natuna, para maestro seni, serta undangan lainnya. Di tengah arus globalisasi, langkah kecil ini diharapkan menjadi gerakan besar untuk memastikan tarian-tarian khas Natuna tetap hidup, bernapas, dan membanggakan di hadapan dunia.
(Hs)



