Padang, Investigasi.news — Skandal proyek mangkrak pembangunan Gedung Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang senilai Rp38 miliar lebih kian menuai tanda tanya besar. Proyek yang berlokasi di Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kabupaten Padang Pariaman itu disinyalir mangkrak setelah kontraktor pelaksana, PT. JU-TZK KSO asal Tangerang, gagal menyelesaikan pekerjaan yang bersumber dari APBN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun Anggaran 2024.
Yang membuat publik lebih geram, saat diminta tanggapan oleh redaksi Investigasi.news, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat Yuni Daru Winarsih, S.H., M.Hum justru menyatakan bahwa ia “lupa-lupa ingat” soal proyek tersebut.
“Saya lupa-lupa ingat. Kayaknya baru ditelaah/dipelajari. Saya sedang nunggu laporan hasil telaah,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Selasa (15/07), tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pernyataan ini dinilai tidak hanya mengejutkan, tapi juga menampar rasa keadilan publik. Pasalnya, proyek bernilai miliaran rupiah yang mangkrak, bukan perkara sepele. Dan ketika aparat penegak hukum tertinggi di Sumbar menjawab dengan ringan, maka wajar bila publik bertanya: ada apa sebenarnya di balik proyek ini?
Sebelumnya, Kepala Kejari Pariaman, Bagus Priyonggo, SH, MH, sempat menyatakan bahwa perkara ini akan ditangani. Namun saat dikonfirmasi ulang, ia justru menyebut bahwa kasus tersebut sudah menjadi domain Kejati Sumbar.
“Karena sudah ditangani Kejati, jadi kami tidak jadi menangani,” kata Bagus, Senin (14/07).
Tak pelak, inkonsistensi pernyataan ini makin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Menanggapi mandeknya penanganan hukum ini, praktisi hukum Maeirizal, SH menegaskan bahwa pernyataan “lupa-lupa ingat” dari seorang Kajati dalam kasus mangkrak proyek negara merupakan indikasi serius lemahnya komitmen penegakan hukum.
“Proyek senilai Rp38 miliar tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja. Ini bukan urusan kecil. Ketika Kajati mengaku lupa, publik justru semakin curiga bahwa ada permainan di balik mangkraknya proyek ini,” tegas Maeirizal kepada Investigasi.news.
Ia juga menyebut bahwa jika penyedia jasa dari awal tidak mampu menyelesaikan proyek, namun tetap diberi kesempatan hingga akhirnya putus kontrak, maka sudah seharusnya PPK dan pejabat terkait ikut diperiksa.
“Ini bukan sekadar proyek gagal. Ini potensi pelanggaran hukum, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Dan jika Kejati benar-benar serius, harusnya ini sudah masuk tahap penyelidikan, bukan baru ‘ditelaah’,” tambahnya.
Kini, bangunan mangkrak itu tak lebih dari monumen kemandekan, tempat mahasiswa seharusnya belajar dan berkembang, kini menjadi bangkai proyek yang teronggok di tengah ketidakpedulian dan pembiaran.
Proyek yang awalnya digadang-gadang membawa semangat kemajuan pendidikan tinggi seni, kini justru menjadi simbol kegagalan dan kemungkinan besar—korupsi.
Investigasi.news akan terus menelusuri dan membongkar tabir dugaan penyimpangan dalam proyek mangkrak ini. Publik berhak tahu: siapa yang bermain, siapa yang diam, dan siapa yang harus bertanggung jawab.
Karena ketika uang rakyat dipermainkan, dan aparat hanya menjawab “lupa-lupa ingat”, maka hukum tak lagi agung—ia sedang dikerdilkan oleh kelalaian, atau lebih parah, oleh pembiaran yang disengaja.
Km