Berikut adalah opini dari akademisi STAI Babussalam Sula.
A. Kata Pembuka
Kemajuan suatu daerah tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakatnya. Kabupaten Kepulauan Sula, sebagai daerah kepulauan yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, memiliki potensi besar untuk berkembang. Namun, hingga saat ini, berbagai permasalahan seperti lambatnya pembangunan infrastruktur, minimnya lapangan kerja, rendahnya daya beli masyarakat, hingga tata kelola sumber daya yang kurang optimal masih menjadi tantangan utama.
Pertanyaannya, apakah kita akan terus menyalahkan pemerintah atau mulai mengambil peran dalam membangun daerah ini? Kepulauan Sula bisa maju atau tetap tertinggal, dan itu bergantung pada tanggung jawab bersama—bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat, akademisi, pengusaha, hingga pemuda yang ada di daerah ini.
B. Kesadaran Kolektif: Pilar Kemajuan Kepulauan Sula
Dalam teori partisipasi sosial Emile Durkheim, suatu masyarakat hanya bisa berkembang apabila setiap individunya memiliki kesadaran akan peran dan tanggung jawabnya dalam struktur sosial. Jika masyarakat Kepulauan Sula hanya menjadi penonton dalam pembangunan, maka kita akan terus berada dalam kondisi stagnan.
Potensi kelautan dan perikanan yang melimpah seharusnya menjadi kekuatan utama bagi pertumbuhan ekonomi Sula. Namun, tanpa pengelolaan yang baik dan keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan sektor ini, potensi tersebut akan sia-sia. Misalnya, banyak nelayan di Kepulauan Sula masih menggunakan metode tradisional dengan hasil yang terbatas, sementara akses ke pasar yang lebih luas belum dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, sektor pertanian dan perkebunan juga menghadapi tantangan serupa. Petani masih kesulitan mendapatkan akses terhadap teknologi pertanian modern, serta harga komoditas yang tidak stabil. Hal ini diperparah dengan ketergantungan pada pihak luar untuk pemasaran hasil panen, sehingga petani sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan.
Kita perlu belajar dari daerah lain yang berhasil mengembangkan ekonominya melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Tanpa partisipasi aktif dari masyarakat, kebijakan pemerintah yang baik sekalipun tidak akan berjalan maksimal.
C. Tantangan: Mentalitas Ketergantungan
Salah satu tantangan terbesar di Kepulauan Sula adalah mentalitas ketergantungan pada pemerintah. Banyak yang masih beranggapan bahwa pembangunan adalah tanggung jawab pemerintah semata, tanpa menyadari bahwa masyarakat juga memiliki peran penting dalam mewujudkan perubahan.
Pemikir politik Thomas Hobbes dalam Leviathan menegaskan bahwa negara yang kuat hanya bisa terbentuk apabila rakyat dan pemimpinnya memiliki hubungan yang saling mendukung. Jika masyarakat Kepulauan Sula hanya menunggu bantuan pemerintah tanpa berusaha meningkatkan kapasitas diri, maka kita akan terus tertinggal dibanding daerah lain.
Sebagai contoh, bantuan pemerintah di sektor UMKM dan pertanian sering kali tidak dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya inisiatif dari masyarakat. Banyak program yang sebenarnya bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian lokal, tetapi minimnya kesadaran dan motivasi membuat bantuan tersebut tidak berkelanjutan.
D. Peran Pemuda: Harapan Masa Depan Kepulauan Sula
Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan. Di Kepulauan Sula, pemuda memiliki peran strategis dalam membawa daerah ini ke arah yang lebih maju. Namun, banyak pemuda yang justru memilih merantau ke daerah lain karena kurangnya peluang kerja dan minimnya wadah untuk mengembangkan potensi mereka di daerah sendiri.
Di era digital saat ini, pemuda di Kepulauan Sula seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk menciptakan inovasi dan membuka peluang usaha baru. Misalnya, pemasaran hasil laut dan produk lokal bisa diperluas dengan platform digital, industri kreatif bisa dikembangkan untuk menarik wisatawan, serta edukasi dan pelatihan keterampilan bisa dilakukan secara mandiri melalui internet.
Namun, tantangan terbesar bagi pemuda adalah bagaimana menyalurkan energi dan kreativitas ke dalam tindakan nyata. Seperti yang dikatakan oleh filsuf Jerman Friedrich Nietzsche, “Kehidupan yang tidak dijalani dengan penuh perjuangan adalah kehidupan yang sia-sia.” Artinya, jika pemuda Kepulauan Sula hanya mengeluh tanpa mengambil langkah konkret, maka daerah ini tidak akan mengalami perubahan berarti.
E. Jadilah Bagian dari Solusi, Bukan Sekadar Kritikus
Alih-alih hanya menyalahkan pemerintah atau kondisi yang ada, masyarakat Kepulauan Sula harus mulai bertanya pada diri sendiri: Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu daerah ini berkembang?
Jika melihat daya beli masyarakat yang menurun, mengapa tidak mencoba membangun usaha lokal yang dapat menggerakkan ekonomi? Jika melihat minimnya fasilitas pendidikan, mengapa tidak mencoba membangun komunitas belajar untuk anak-anak di desa? Jika melihat kurangnya perhatian pada sektor kelautan, mengapa tidak mulai menginisiasi koperasi nelayan atau program edukasi bagi para nelayan?
Konsep gotong royong yang menjadi ciri khas budaya Indonesia harus dihidupkan kembali. Dalam perspektif Islam, ada konsep khairu ummah, yang berarti umat terbaik adalah mereka yang memberikan manfaat bagi orang lain. Ini berarti bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab sosial untuk berkontribusi dalam kebaikan bersama.
F. Catatan Penutup: Kepulauan Sula, Milik dan Tanggung Jawab Kita
Kepulauan Sula bisa maju atau tetap tertinggal—dan itu semua bergantung pada kita. Pemerintah memang memiliki peran besar dalam kebijakan pembangunan, tetapi tanpa dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat, kebijakan tersebut hanya akan menjadi rencana tanpa realisasi.
Kita harus berhenti menjadi penonton dan mulai menjadi aktor utama dalam pembangunan daerah ini. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi, “Be the change you wish to see in the world.” Jika kita ingin melihat Kepulauan Sula berkembang, maka kita harus menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.
Saatnya berhenti menyalahkan dan mulai bertindak, karena maju atau mundurnya Kepulauan Sula adalah tanggung jawab kita semua.
Oleh: Mohtar Umasugi (Akademisi).