Toba, Investigasi.News – Octavianus, pemerhati lingkungan Provinsi Sumatera Utara, kembali menyoroti dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Menurutnya, isu kerusakan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan tersebut di kawasan Tapanuli Raya masih menjadi topik hangat dan memicu konflik berkepanjangan.
Ia menyebut, tuntutan penutupan PT TPL datang dari berbagai pihak, termasuk masyarakat adat, organisasi lingkungan, tokoh agama, dan sejumlah partai politik.
“Ribuan warga Tapanuli Raya bersama organisasi kemasyarakatan dan pemuka agama, termasuk pimpinan gereja HKBP dan gereja lainnya, terus berunjuk rasa mendesak pencabutan izin konsesi PT TPL secara total,” ujar Octavianus.
Sebagai warga Toba yang pernah tinggal di Simpang Tiga Sosorladang, Desa Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Octavianus mengaku mengetahui secara langsung kondisi lingkungan di sekitar area pabrik. Ia menilai sejumlah pernyataan pihak manajemen PT TPL tidak sesuai fakta lapangan.
“Sudah terlihat jelas bagaimana beberapa oknum pimpinan manajemen PT TPL bersikap arogan. Pernyataan mereka tidak berbasis data. Semua harus sesuai fakta di lapangan, bukan sekadar memberi keterangan yang tidak benar kepada publik atau di media sosial,” tegasnya.
Octavianus juga menyoroti pembangunan Landfill limbah B3 milik PT TPL pada tahun 2016 yang didirikan dekat permukiman warga meski menuai penolakan. Menurutnya, perusahaan tetap bersikeras melanjutkan pembangunan meskipun warga keberatan.
Pada tahun 2019, ia mengaku telah melaporkan PT TPL ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gakkum Wilayah Sumatera terkait dugaan pencemaran lingkungan. Beberapa keluhan warga yang ia sampaikan ialah bau tidak sedap dari pabrik, suara bising, debu dari angkutan kayu, iritasi akibat dugaan paparan zat kimia, hingga dugaan pencemaran Danau Toba dan sungai.
“Saya sangat khawatir dengan kondisi lingkungan. Masyarakat merasakan langsung bau menyengat, kebisingan, debu, dan dampak lain yang mengganggu kesehatan,” katanya.
Ia juga menyinggung konflik fisik antara petugas PT TPL dan warga Desa Sihaporas di sektor Aek Nauli pada Oktober 2025 yang menyebabkan korban luka.
Menurutnya, tekanan terhadap PT TPL semakin besar pada tahun 2025 karena berbagai unsur masyarakat dan tokoh politik mulai bersuara keras terkait dugaan perusakan lingkungan dan konflik lahan di Tapanuli Raya.
“Masyarakat berharap Presiden Prabowo Subianto melihat kondisi ini dan mempertimbangkan pencabutan izin operasional PT TPL demi keselamatan lingkungan dan masyarakat,” tutup Octavianus.
(Octa)

