Kota Solok, Investigasi.news – Kinerja DPRD Kota Solok tengah menjadi sorotan tajam publik. Kekecewaan masyarakat mencuat setelah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Solok Tahun Anggaran 2024 tidak diparipurnakan secara terbuka, sebagaimana lazimnya dilakukan demi transparansi dan akuntabilitas publik.
Absennya paripurna terbuka menimbulkan sejumlah pertanyaan besar di tengah masyarakat, bahkan berkembang opini liar terkait potensi adanya “anggaran siluman” dan minimnya pengawasan terhadap kinerja eksekutif.
Tokoh adat Kota Solok, Dt. Rangkayo Basa, menyebut bahwa transparansi informasi dari DPRD sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. “Jika DPRD tidak membuka ruang informasi, maka itu membuka celah bagi penyalahgunaan wewenang. Paripurna terbuka adalah keharusan, bukan opsi,” tegasnya.
Senada dengan itu, mantan anggota DPRD Kota Solok, Aferidon Kuntau alias Rang Solok, menilai bahwa ketertutupan proses ini mencoreng citra lembaga legislatif. “Tanpa paripurna terbuka, masyarakat tidak tahu hasil kerja pansus maupun rekomendasi yang dihasilkan. Ini bisa memicu spekulasi negatif, bahkan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, pengesahan rekomendasi LKPJ secara tertutup berpotensi melemahkan fungsi pengawasan DPRD. “Kita menduga, ini bisa jadi indikasi keberadaan anggaran siluman yang luput dari pengawasan publik.”
Kritik juga datang dari kalangan insan pers Kota Solok. Ketua Forum Komunitas Wartawan Solok (FKUWAS), Roni Natase, mempertanyakan sikap diam DPRD. “Kenapa harus ditutup-tutupi? Ada apa sebenarnya?” katanya.
Sekretaris PWI Kota Solok, Devi Syahputra (Abenk), menyebut bahwa kegagalan menggelar paripurna LKPJ berpotensi meniadakan tindak lanjut atas rekomendasi Pansus. “Tanpa paripurna, kontrol dan evaluasi terhadap eksekutif menjadi lemah,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) Kota Solok, Ega Pratama Y, menilai absennya paripurna terbuka sebagai sinyal bahaya. “Ketertutupan ruang pengawasan publik ini bisa membuka potensi korupsi. Proses pengambilan keputusan harus terbuka dan dapat diawasi,” katanya.
Ketiadaan paripurna terhadap LKPJ ini menjadi alarm serius bagi kesehatan demokrasi lokal di Kota Solok. Publik berhak tahu dan ikut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan—bukan malah dibiarkan meraba dalam gelap.
(Wahyu)