Solok, Investigasi.News — Proyek pembangunan Embung Batang Binguang yang menyedot anggaran negara lebih dari Rp20 miliar kini menuai sorotan tajam. Infrastruktur yang diharapkan menjadi solusi pengairan bagi ratusan hektare sawah di Kelurahan Tanjung Paku dan Nan Balimo, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok, justru berubah menjadi ancaman serius bagi masyarakat tani.
Investigasi lapangan yang dilakukan Investigasi.News mengungkapkan bahwa embung yang diresmikan akhir 2024 itu mengalami kerusakan serius. Saluran air utama tersumbat akibat longsoran tanah proyek, rembesan air terjadi di berbagai titik, dan kebocoran besar terlihat di pintu air, tanpa kejelasan ke mana air itu mengalir.
“Pintu keluar terdengar suara air kuat, tapi air tidak tampak ke mana mengalir. Ini indikasi ada rongga besar di bawah embung. Jika dibiarkan, bisa menjebol seluruh konstruksi,” ujar Nasril In Dt. Malintang Sutan, tokoh masyarakat sekaligus Ketua Kelompok Tani Lumbung Padi, Rabu (28/5/2025).
Nasril, yang juga mantan anggota DPRD Kota Solok, menyesalkan buruknya kualitas proyek. Menurutnya, embung dibangun secara asal jadi, diduga kuat tidak sesuai spesifikasi teknis, dan menyisakan tumpukan material yang justru menutupi saluran irigasi.
“Embung ini mestinya menjadi sumber kehidupan saat kemarau. Sekarang justru jadi sumber kegelisahan kami. Air tidak bisa masuk ke sawah, dan yang ada justru kebocoran di mana-mana,” tegasnya.
Lebih mengkhawatirkan, balok beton penutup pintu air utama diketahui mengalami tekanan rembesan air dari dalam embung. Terdapat rongga memanjang yang semakin melebar dan dapat menyebabkan kegagalan struktur.
“Kalau ini jebol, bukan hanya sawah yang kena. Rumah-rumah warga bisa terdampak. Ini bukan lagi soal proyek gagal, tapi potensi bencana,” tambahnya.
Masyarakat tani yang sudah mencoba menambal kebocoran pun menyerah karena kerusakan terlalu parah dan mendasar. Saat ini, lebih dari 100 hektare sawah siap tanam terancam gagal panen akibat tidak adanya pasokan air.
“Embung hanya mampu menahan air selama 9 hari saat musim hujan. Begitu musim panas datang, air menghilang—bukan untuk pengairan, tapi bocor entah ke mana,” ujarnya.
Anggota DPRD Kota Solok, Rinaldi, SE, turut mendesak agar instansi terkait segera turun tangan.
“Embung seharusnya menyelamatkan petani dari kekeringan, tapi di sini justru menyulitkan. Pembangunan ini harus diaudit. Jangan sampai ada unsur kelalaian atau penyimpangan yang merugikan rakyat,” tegas Rinaldi.
Ia juga menambahkan, embung sebagai infrastruktur vital seharusnya dibangun dengan pengawasan ketat dan perhitungan matang, bukan asal seremonial dan mengejar laporan penyelesaian anggaran.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kota Solok maupun instansi pelaksana proyek terkait dugaan kebocoran, kerusakan struktural, dan ancaman gagal panen akibat proyek tersebut. Masyarakat berharap ada audit menyeluruh serta tindakan nyata sebelum kerusakan bertambah parah dan menimbulkan korban.
Wahyu