Banjarnegara, investigasi.news– Dugaan intimidasi terhadap wartawan kembali mencoreng wajah demokrasi. Seorang jurnalis Metronusa News yang tengah melakukan peliputan di sebuah pabrik hebel di Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (23/9/2025), diduga mendapat tekanan dari oknum Babinsa Koramil 08 Purwanegara berinisial A.
Kehadiran tim media yang berniat meliput kasus kecelakaan kerja menimpa karyawan pabrik, Wasito Adi, justru berujung pada perlakuan tidak menyenangkan. Oknum Babinsa tersebut mendatangi wartawan, mengaku bagian dari sistem keamanan pabrik, lalu melontarkan tudingan miring.
“Media hanya suka menggoreng berita, membuka luka lama, dan memutarbalikkan fakta,” ucapnya dengan nada tinggi, tanpa dasar yang jelas.
Dugaan intimidasi tidak berhenti di lokasi. Melalui pesan WhatsApp, oknum lain berinisial R juga menginterogasi wartawan Metronusa News dengan menyeret isu lama dugaan pungli pejabat kejaksaan. Pesan bernada mengancam itu membuat wartawan merasa ditekan dan dipaksa memberikan justifikasi di luar konteks liputan.
Tindakan oknum Babinsa ini menuai kritik tajam karena berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang secara tegas menjamin hak wartawan mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi kepada publik. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan, pihak yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, sebelumnya menegaskan: “Kebebasan pers tidak bisa ditawar. Pemerintah berkomitmen melindungi ruang berekspresi dan menjamin pers dapat bekerja tanpa tekanan.”
Upaya konfirmasi wartawan kepada Danramil 08 Purwanegara pada Kamis (25/9/2025) tak membuahkan hasil. Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Koramil.
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menilai kasus ini bukan sekadar arogansi aparat, melainkan bentuk nyata serangan terhadap kebebasan pers.
“Saya sangat menyesalkan adanya intimidasi ini. Wartawan memiliki hak konstitusional untuk bekerja tanpa tekanan. Apa yang dilakukan oknum tersebut adalah pelecehan terhadap profesi sekaligus demokrasi,” tegasnya.
Wilson menegaskan, aparat negara seharusnya menjadi mitra strategis pers, bukan ancaman. “Babinsa itu tugasnya membina masyarakat, bukan menginterogasi apalagi mengintimidasi wartawan. Jika aparat justru jadi momok bagi pers, artinya ada masalah serius dalam pembinaan internal TNI,” ujarnya.
Ia mendesak pimpinan TNI, dari Korem hingga Pangdam IV/Diponegoro, segera mengusut kasus ini secara transparan. “Tanpa sanksi tegas, kasus serupa akan terus berulang dan merusak citra institusi,” tandasnya.
Kasus dugaan intimidasi ini menjadi ujian penting bagi komitmen negara dalam melindungi kebebasan pers yang merupakan salah satu pilar demokrasi.
Tim



