Media Indonesia Krisis Hak Privasi

More articles

Di zaman ini memberitakan hal mengenai pribadi seseorang apalagi seseorang yang mempunyai nama, jabatan, atau pangkat seperti Pejabat, Pemuka agama, artis bahkan Presiden sekalipun adalah jualan media yang sangat laris. Apalagi dalam jurnalistik kita mengenal istilah bad news is a good news. Dan semakin didramatisasikan mengenai duka korban serta ditambai bumbu-bumbu penyedap, berita berita seperti inilah saat ini yang laris dipasaran dan bahkan sebagian besar jurnalis memburu berita-berita semacam ini.

Bahkan ketika media mendapatkan dan berhasil memberitakan dengan baik tentang pribadi seseorang yang terkenal, bisa saja menaikan rating media tersebut. Sehingga memberitakan hal semacam ini menjadi hal yang lumrah terjadi di negri ini, seolah media menelanjangi orang secara publik tanpa beban.

Memang jika dilihat dari kacamata sebagai pembaca pemberitaan seperti ini sangat menarik dan bisa mengetahui sisi lain dari diri orang yang diberitakan, belum lagi jika pembaca tidak menyukai atau bahkan adalah lawan dari korban maka pemberitaan tersebut ibaratkan harta karun yang dapat digunakan sebagai senjata menjatuhkan lawannya.

Lalu bagaimana dengan korban?
Tanggapan korban pastinya beragam namun kebanyakan jika seseorang diekspose mengenai pribadi ke media dan dibaca atau dilihat oleh semua orang,tidak hanya tekanan sosial yang ia dapat, tetapi akan menjadi sebuah tekanan yang berat bagi pribadinya, bisa saja korban tidak ingin muncul kembali ke mata publik, dan yang lebih parahnya lagi bisa menyebabkan dirinya tertekan, stres, hingga depresi yang membawanya kejalan yang salah dan akhirnya bunuh diri. Sehingga hal ini menjadi tanda tanya besar bagi kita, apakah hak atas privasi seseorang tidak dilindungi oleh undang?

Baca Juga :  Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2024-2029, Pentingnya Dukungan Terhadap Putra Daerah

Hak privasi adalah klaim dari individu, kelompok, atau lembaga untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan sampai sejauh mana informasi tentang mereka dikomunikasikan kepada orang lain. Secara eksplisit memang hak atas privasi tidak tercantum dalam Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, namun secara imsplisit hak atas privasi terdapat dalam pasal 28G ayat (1) UUD NKRI 1945 yakni : “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Juga terdapat dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Teknologi dan Elektronik. Dalam pasal tersebut, privasi adalah hak individu untuk mengendalikan penggunaan informasi tentang identitas pribadi baik oleh dirinya sendiri atau oleh pihak lainnya dan penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Sehingga dapat dikatakan hak privasi adalah hak individu yang fundamental bagi setiap orang untuk bebas tanpa campur tangan pihak manapun baik itu media bahkan pemerintah dalam memutuskan mana yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Baca Juga :  Peninggalan Yang Disahkan Oleh Raja Adityawarman

Ruang lingkup privasi meliputi seluruh kehidupan pribadi seseorang termasuk privasi atas tubuh, privasi ruang yang termasuk tempat tinggal, privasi komunikasi dan informasi, dan juga privasi hak milik. Maka siapapun tidak memiliki hak untuk membongkar privasi orang lain.

Dalam dunia jurnalis indonesia juga sudah diatur mengenai hak atas privasi ini yang dirumuskan oleh Dewan Pers sebagai acuan beretika jurnalisme yang baik dan benar , yakni pada kode etik jurnalis pasal sembilan yang berbunyi: “Wartawan indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya kecuali untuk kepentingan publik”. Dalam pasal ini wartawan haruslah berhati-hati dalam meliput kehidupan pribadi narasumber agar tetap menghormati hak narasumber tersebut.

Baca Juga :  Unggul di Survei, Dua Petahana Piaman Raya Tumbang di Pilkada 2024: “Masyarakat Muak dengan Keberlanjutan, Inginkan Perubahan”

Michael Davis dalam bukunya yang berjudul “Journalism Ethics: A Philosophical Approach” memaparkan bahwa perusahan media saat ini memperlakukan berita untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya melalui pendapatan dari iklan, bukan lagi sebagai pelayanan publik. Hal ini dapat kita lihat dari cara media memberitakan pemberitaan yang justru bertendensi memainkan emosi dan mendesak korban yang sedang mengalami musibah melalui berbagai pertanyaan, tanpa menaruh rasa empati.

Sehingga para wartawan haruslah berhati hati dan menahan diri dalam meliput pribadi narasumber agar menghormati hak narasumber dan privasi narasumber tidak terkuak ke publik begitu saja. Namun tidak dapat kita elakkan karena sistem komunikasi masa menjadi bagian bagian dari industri dan kepentingan ekonomi, begitu juga kepentingan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang mempengaruhi kerja media. Namun seharusnya media bukan bekerja karena kepentingan-kepentingan itu, media seharusnya bekerja atas kepentingan publik yang mana sangat dibutuhkan independensi dari media agar tidak menjadi ajang komersialisasi, alat politik dan kebenaran yang bias oleh media hanya karena kepentingan tertentu, karena media memiliki fungsi sebagai kontrol sosial.

Oleh: Feliks Rolandus Sujono
Mahasiswa Ilmu komunikasi Universitas Andalas

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest