Bukittinggi, Investigasi.news – Polresta Bukittinggi mengungkap kasus kejahatan seksual yang mengejutkan di pondok pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kasus ini melibatkan dua oknum guru yang diduga melakukan sodomi terhadap 40 santri laki-laki. Kejahatan ini terungkap setelah adanya laporan dari keluarga korban yang membawa kasus ini ke Polresta Bukittinggi.
“Kami menerima laporan dari keluarga korban dengan LP nomor 80/VII/2024. Setelah melakukan penyelidikan, kami berhasil menangkap dua pelaku, RA (29) dan AA (23), yang ternyata telah menjalankan aksi bejatnya sejak tahun 2022,” ungkap Kepala Polresta Bukittinggi, Kombes Pol. Yessi Kurniati, pada Jumat (26/7/2024).
Penangkapan RA dan AA terjadi setelah penyelidikan intensif di ponpes tersebut. Kombes Pol. Yessi menjelaskan bahwa RA memiliki 30 korban sementara AA memiliki 10 korban. Modus operandi kedua pelaku adalah meminta para santri untuk memijat mereka, kemudian mengancam para korban dengan tidak naik kelas jika mereka menolak. Beberapa korban bahkan mengalami sodomi.
“Modusnya pelaku meminta para korban datang untuk dipijit, kemudian diancam tidak naik kelas. Beberapa korban ada yang sampai disodomi,” terang Kombes Pol. Yessi. “Tindakan tak terpuji ini sudah dilakukan sejak tahun 2022.”
Penyelidikan masih terus berlangsung, dan pihak kepolisian membuka kemungkinan jumlah korban akan bertambah. Kombes Pol. Yessi mengimbau para korban lainnya untuk melapor ke posko yang telah disediakan di Mapolresta Bukittinggi.
“Silakan laporkan jika ada yang menjadi korban yang sama dari kasus ini di posko yang kami siapkan di Mapolresta,” katanya.
Lebih lanjut, Kombes Pol. Yessi menyatakan bahwa kedua pelaku saat ini telah ditangkap dan ditahan di Polresta Bukittinggi untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Kami sudah menangkap dan menahan mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegasnya.
Kasus ini mengundang perhatian publik dan menjadi sorotan utama di Sumatera Barat. Para orang tua santri dan masyarakat sekitar sangat terpukul dengan kejadian ini, mengingat pondok pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman untuk menimba ilmu dan mendalami ajaran agama.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan dan keamanan di lembaga pendidikan keagamaan. Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pesantren dan lembaga pendidikan lainnya untuk lebih memperhatikan keamanan dan kesejahteraan para siswa.
Masyarakat berharap agar pihak kepolisian dan pemerintah setempat dapat menangani kasus ini dengan serius dan memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku. Mereka juga berharap adanya perbaikan sistem pengawasan di pondok pesantren agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Investigasi.news akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan informasi terbaru kepada para pembaca.
Red