Dharmasraya, Investigasi.news โ Aktivitas tambang emas ilegal dengan menggunakan mesin dompeng di Batang Momong, Nagari Ampek Koto Dibawuoh, Kecamatan Sembilan Koto, Kabupaten Dharmasraya, terus berjalan tanpa hambatan, meskipun Provinsi Sumatera Barat sedang menjadi sorotan nasional.
Sorotan tersebut muncul dari berbagai pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Komisi III DPR-RI, Kompolnas, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terkait skandal tembak-menembak antarpolisi yang diduga terlibat beking tambang ilegal.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan aktivitas tambang ilegal di Dharmasraya tetap bebas beroperasi. Sedikitnya 60 unit mesin dompeng menggali emas dengan merusak lingkungan dan mencemari air sungai menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti air raksa. Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa ada oknum aparat penegak hukum yang sengaja membiarkan atau bahkan melindungi aktivitas tersebut.
Seorang tokoh masyarakat setempat yang enggan disebutkan namanya, berinisial S, mengungkap bahwa aktivitas tambang emas ilegal di wilayah ini sudah lama berlangsung dan melibatkan jaringan yang terorganisir.
โDulu, koordinasi dengan para penambang dilakukan oleh Baron. Tapi sekarang semuanya sudah diambil alih oleh Budi. Kalau mau tahu lebih jelas, temui saja Budi,โ ujar S kepada tim media pada Sabtu (21/12/2024) sekitar pukul 16.00 WIB.
Menurut S, uang yang dikutip dari para penambang digunakan untuk “mengamankan” operasi tambang dari gangguan aparat hukum dan pihak lainnya.
Ketika ditemui, Budi, yang disebut-sebut sebagai koordinator pungutan, membenarkan bahwa dirinya mengelola setoran dari para bos tambang. Uang tersebut, katanya, diteruskan kepada seorang bernama Itop, yang berperan sebagai perantara ke oknum aparat penegak hukum.
โSaya hanya mengumpulkan uang dari para bos tambang, lalu menyerahkannya ke Itop. Itop yang bertugas mengatur setoran kepada pihak pengaman. Saya tidak terlibat langsung dalam urusan lebih jauh,โ ungkap Budi.
Budi juga memaparkan rincian setoran yang dikenakan kepada pelaku tambang:
– Mesin dompeng: Rp1 juta per bulan per unit.
– Tong pengolah amplas emas: Rp1 juta per bulan per unit.
– Pembakar emas sekaligus penampung hasil tambang: Rp500 ribu per bulan per lokasi.
โKalau mau tahu lebih detail, temui saja Itop. Dia yang dipercaya mengatur distribusi uang ke pihak terkait,โ tambahnya.
Aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya menyebabkan kerusakan alam tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat. Sungai Batang Momong, yang tercemar zat kimia berbahaya seperti air raksa, menjadi sumber risiko keracunan dan gangguan kesehatan jangka panjang bagi warga yang menggantungkan hidup pada air sungai.
โAir sungai sudah tidak bisa lagi dipakai. Baunya saja menyengat, apalagi kalau digunakan untuk mandi atau mencuci,โ keluh seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya.
Praktik tambang ilegal ini semakin mencurigakan karena ada dugaan keterlibatan oknum aparat yang melindungi aktivitas tersebut. “Nama APH (Aparat Penegak Hukum) sering disebut-sebut oleh Budi dan Itop sebagai alasan keamanan. Tapi apa yang mereka maksud dengan ‘aman’? Aman dari hukum atau aman dari keadilan?” ujar S penuh kekecewaan.
Sementara itu, masyarakat meminta agar aparat penegak hukum tidak hanya sekadar menutup mata terhadap kerusakan yang terjadi, tetapi juga bertindak tegas terhadap pelaku tambang ilegal dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik perlindungan tambang tersebut.
โTambang ini bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga menghancurkan masa depan generasi kami. Jika pemerintah dan aparat tidak segera bertindak, kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada desa kami,โ ungkap seorang tokoh masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang terhadap aktivitas tambang emas ilegal di Dharmasraya. Masyarakat hanya bisa berharap keadilan benar-benar ditegakkan. Tim