Atta Ingin Tidur Nyenyak, Tidak Menangis Lagi

More articles

Sawahlunto, Investigasi.news – Nama si mungil itu Muhammad Al Fatah, panggilan Atta, Usianya baru memasuki 8 bulan. Pada tanggal 10 Juli tahun ini, usianya genap 1 tahun. Sepintas si kecil terlihat sehat dan ceria seakan tidak ada sakit yang dideritanya.

Sesekali ia menangis, mungkin haus minta disusukan oleh ibunya, bernama Rania, yang masih berusia 16 tahun. Ibunya dengan cekatan menyusui Atta sambil dipangku, sehingga suara tangisan bayi Atta hilang begitu saja.

Pada saat kelahiran Balita ini mengalami kelainan di bagian atas kepalanya yaitu tidak mempunyai fontanel atau ubun-ubun seperti balita pada umumnya. “Atta lahir dengan batok kepala lembut seperti agar-agar, sepertinya tidak ada tulang kepala,” tutur Rania sambil mengendong Atta dengan kasih sayang, Rabu (9/2/2022), di Rumah Orang Tua Rania, Perumahan GAKIN Luak Badai Kota Sawahlunto.

Baca Juga :  Wawako Sawahlunto: Pasien Covid-19 Isoman Juga Perlu Dukungan Sosial

“Setelah umur 3 bulan, tengkorak kepala Atta tumbuh tapi mengeras dan agak membengkak seperti ada kelainan,” ujar Rania. “Kalau malam hari, Atta sering menangis sambil memegang kepalanya yang membengkak tersebut. Kadang setelah waktu subuh baru bisa tidur,” terang ibunya sambil memegang kepala anaknya sedih.

Atta dibawa ibunya berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Sawahlunto sudah 2 kali, ketika Atta berumur 3 bulan 5 bulan. Kata dokter di RSUD Sawahlunto, “ Sebaiknya anak ibu langsung saja dibawa ke padang atau ke Bukittinggi, karena anak ibu perlu di periksa dengan CT Scan.” “Dokter juga menyuruh untuk mengurus BPJS sebelum membawa anak ke Padang atau Bukittingi,” ujar Rania lagi.

Untuk membawa Atta berobat keluar dari Sawahlunto membuat Rania termenung dan berpikir keras. Suami Rania baru berumur 17 tahun, bekerja sebagai pembantu familinya berjualan makanan pecel lele di Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya.

Baca Juga :  Jelang Muskot, KONI Sawahlunto Sosialisasikan Kepada Pimpinan Cabor

“Setiap bulan suami membawa uang Rp 800.000 dan terkadang ada juga Rp 1 juta,” ungkap rania. “Kalau untuk membawa Atta berobat perlu banyak biaya pak,” ujar Rania. “Dalam kebingungan, sepulang dari RSUD Sawahlunto kemaren, Nia mampir ke Radio Sawahlunto FM, minta bantu dan diarahkan ke kantor PWI Sawahlunto dan ketemu Wartawan PWI,” tutur Rania dengan lugu.

Rania sendiri mengaku tidak bisa berusaha membantu suami mencari nafkah. Orang tua Rania sendiri sebagai single parent, yang ditinggal mati suami 3 bulan yang lalu. “Emak bekerja sebagai pengasuh anak di Tempat Penitipan Anak Mudik Air. Emak juga harus membiayai kakak kuliah di Padang dan adik yang masih sekolah SD.”

Baca Juga :  Wako Deri Asta Apresiasi Desa Silungkang Duo

Ia menceritakan, selama ini ada dilakukan dengan cara pengobatan secara tradisional namun tidak ada perkembangan kearah penyembuhan. Untuk meminta bantuan ke pemerintah juga bingung karena Rania sendiri tidak punya KTP. Pernah ia mengurus KTP ke Dinas Capil tapi ditolak karena belum cukup umur untuk memiliki KTP serta menikah secara siri.

Pernah minta bantuan kepada salah seorang politikus namun sampai saat ini belum ada titik terang. “Semoga harapan itu cepat menjadi kenyataan sehingga Atta bisa berobat,” harap Ibu Muda yang lahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara.

Rania mengaku, enak rasanya kalau sekarang masih sekolah. “Sekarang saya ingin Atta dapat segera diobati dan Atta dapat tidur seperti balita lainya, tidak menangis sampai subuh lagi,” Rania sedikit sedih melihat anaknya. Nv

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest