Kepulauan Sula Antara Potensi dan ketergantungan sebuah paradoks

More articles

Malut, investigasi.news-Masyarakat Kepulauan Sula hidup dalam dinamika yang erat dengan keterbatasan dan ketergantungan, baik terhadap sumber daya alam maupun akses kebijakan pemerintah. Sebagai wilayah kepulauan yang kaya akan potensi, seperti hasil laut dan keindahan alam, Sula menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber dayanya secara mandiri. Ketergantungan terhadap pasokan dari daerah lain menjadi nyata, terutama untuk kebutuhan pokok, bahan bakar, dan infrastruktur, yang sering kali terhambat oleh kondisi geografis dan cuaca.

Secara ekonomi, sebagian besar penduduknya mengandalkan sektor perikanan, pertanian, dan perdagangan skala kecil. Namun, minimnya akses ke pasar yang lebih luas, teknologi modern, dan pelatihan keterampilan menyebabkan masyarakat tetap berada dalam siklus ekonomi tradisional yang sulit berkembang. Ketergantungan pada bantuan pemerintah, baik dalam bentuk subsidi maupun program pembangunan, juga menonjol, mengingat rendahnya akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih.

Baca Juga :  Tim Pemenangan HT-Manis Di Desa, Do’akan Kesembuhan Hendrata Thes

Dalam politik, masyarakat sering terjebak dalam pola ketergantungan terhadap janji-janji pemimpin yang berkuasa. Banyak yang mengandalkan perubahan dari luar, tanpa mampu mengorganisasi kekuatan lokal untuk membangun kemandirian. Pola ini diperparah oleh kurangnya inisiatif yang berkelanjutan untuk membangun infrastruktur, membuka konektivitas, atau memberdayakan sumber daya manusia setempat.

Kehidupan masyarakat Kepulauan Sula mencerminkan paradoks antara potensi besar yang dimiliki dan kenyataan bahwa mereka masih hidup dalam bayang-bayang ketergantungan, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Dibutuhkan pemimpin visioner yang mampu memutus siklus ini dengan menciptakan kebijakan yang memberdayakan dan membangun kemandirian masyarakat secara berkelanjutan.

Kepulauan Sula adalah salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya alam dan budaya. Namun, paradoks yang dihadapi terletak pada gap antara potensi besar tersebut dan ketergantungan terhadap pusat (baik pemerintah provinsi maupun nasional). Mari kita bedah paradoks ini:

Baca Juga :  GMNI Sula Sayangkan Bupati Ningsi Hibah Mobil Ke Pejabat Bukan Ke Masyarakat

1. Potensi yang Dimiliki

Sumber Daya Alam: Kepulauan Sula memiliki hasil laut melimpah, potensi perikanan, pertanian, dan pariwisata. Keindahan alam seperti pantai, hutan, dan pulau-pulau kecil adalah aset besar.

Kebudayaan Lokal: Tradisi dan kearifan lokal menjadi daya tarik yang bisa memperkuat identitas dan sektor pariwisata berbasis budaya.

Lokasi Strategis: Secara geografis, Sula berada di jalur potensial perdagangan dan pelayaran antara provinsi lain di Maluku Utara.

2. Ketergantungan yang Membatasi

Ketergantungan pada Pusat: Sebagian besar pembiayaan pembangunan daerah, termasuk infrastruktur, bergantung pada transfer dari pemerintah pusat dan provinsi. PAD (Pendapatan Asli Daerah) masih relatif kecil.

Keterbatasan Infrastruktur: Minimnya sarana transportasi, pendidikan, dan kesehatan membuat masyarakat sulit berkembang secara mandiri.

Sumber Daya Manusia: Kurangnya tenaga ahli di berbagai sektor menyebabkan daerah sulit mengelola potensi secara optimal.

3. Mengapa Ini Menjadi Paradoks?

Meski memiliki banyak sumber daya, ketergantungan terhadap pihak luar menciptakan siklus stagnasi pembangunan. Potensi daerah seharusnya mampu mendorong kemandirian, tetapi inefisiensi tata kelola, lemahnya kebijakan yang berbasis kebutuhan lokal, dan kurangnya pemberdayaan masyarakat membuat daerah ini sulit lepas dari ketergantungan.

Baca Juga :  Khawatir Kasus BTT Di Sula Menjadi Jembatan Kolusi Antar Penyelenggara Negara

4. Solusi: Membalik Paradoks Menjadi Sinergi

Optimalisasi Potensi Lokal: Investasi pada sektor unggulan seperti perikanan dan pariwisata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis kearifan lokal.

Pemberdayaan SDM: Pendidikan vokasi ( keterampilan dan keahlian) serta pelatihan kerja yang sesuai dengan kebutuhan lokal, seperti agrobisnis dan ekowisata.

Infrastruktur Inklusif: Fokus pada pembangunan akses transportasi, listrik, dan internet untuk menghubungkan Sula dengan pasar yang lebih luas.

Desentralisasi Kebijakan: Penguatan tata kelola daerah melalui otonomi yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Kepulauan Sula memiliki potensi besar untuk menjadi daerah yang mandiri dan berkembang, tetapi memerlukan pemimpin visioner yang dapat mengelola paradoks ini. Strategi pembangunan berbasis gagasan inovatif dan kebijakan yang inklusif menjadi kunci penting.

Penulis adalah: Mohtar Umasugi, S.Ag., M.Pd.I (Akademisi Sula).

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest