Istilah pers selalu disandingkan dengan wartawan dan juga berita. Pers berguna untuk memberikan informasi kepada masyarakat serta menjadi media pengaduan masyarakat. Dalam menulis berita, pers memiliki kebebasan yang dijamin Undang-Undang. Walaupun begitu, kebebasan pers ini tidak boleh disalah gunakan dan ada Batasan-batasan tertentu dalam kebebasannya. Salah satunya yaitu terkait pencemaran nama baik dalam berita yang ditulis pers.
Tak dapat dipungkiri bahwa terkadang pemberitaan yang ditulis oleh pers mencemarkan nama baik seseorang. Selain pencemaran nama baik, tentu saja ada beberapa tindakan pidana yang dilakukan oleh pers. Selama ini berita yang kerap dilaporkan terkait pers adalah berita pencemaran nama baik. hal ini sering disebut dengan delik pers.
Istilah delik pers sendiri tidak terbatas pada pencemaran nama baik saja. Dalam KUH Pidana Pasal 310 yang mengatur tentang pencemaran nama baik, tidak ada disebutkan tentang delik pers. Pada Pasal 310 yang berkaitan dengan pers yang menulis berita yang dapat dibaca oleh khalayak ramai dan berpengaruh pada kepentingan pihak yang diberitakan. Dalam UU Pers, delik pers tidak ada disebutkan secara tegas.
Pers yang dilaporkan ke pihak berwenang sering kali terjadi atas tuduhan pencemaran nama baik. oleh karena itu banyak yang menganggap bahwa delik pers selalu berkaitan dengan pencemaran nama baik, walaupun pada KUH Pidana dan UU Pers tidak ditegaskan apa itu delik pers.
Fenomena munculnya kasus menyangkut pers mulai bermunculan dan hal ini dikaitkan dengan pekerjaan pers yang banyak dipersepsikan sebagai delik pers. Pada suatu kasus, seorang wartawan divonis bersalah dengan tuduhan menyebarkan kebencian tehadap suatu kelompok. Pada kasus ini, wartawan yang divonis dikenakan pasan lain selain UU Pers yang dijadikan aturan dalam menyelesaikan masalah pemberitaan. Dapat dilihat bahwa seorang jurnalis dapat dipidanakan oleh siapapun yang merasa dirinya diganggu oleh pers.
Padahal, dalam UU Pers Sendiri, ada beberapa poin yang harus dipenuhi untuk seorang pers masuk melakukan delik pers. Kriteria yang pertama adalah delik harus dilakukan atas barang yang sudah dicetak, hal yang dipidanakan terdapat dalam bentuk pernyataan perasaan maupun pikiran, dan yang terakhir adalah rumusan delik dimana kejahatan tersebut berupa tulisan yang dipublikasi. Apabila tindak pidana dilakukan tanpa memenuhi kriteria tersebut maka fungsi pengawasan sosial pers tidak akan terwujud.
Delik pers yang dikenakan hukum pidana digunakan untuk menghindari penyalahgunaan kebebasan pers. Seperti yang kita ketahui UU Pers tidak memuat rincian yang membahas pelanggaran kejahatan. Atas dasar itu pula KUHP digunakan sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan hukum. KUHP mengikat peraturan pedana lainnya termasuk UU Pers sendiri. Hal yang harus diketahui lainnya yaitu UU Pers yang hanya berisi hak dan kewajiban pers namun tidak dengan hukuman terhadap pelanggaran aturan oleh pers.
Oleh karena itu, KUHP digunakan sebagai acuan pemidanaan atas delik pers yang terjadi. Apabila terjadi delik pers maka UU Pers tidak dapat digunakan untuk melakukan tindak pidana melainkan menggunakan acuan pidana yang terdapat dalam KUHP.
Dalam kasus delik pers yang mana berujung pada terjadinya kekerasan pada pers, seharusnya pihak yang merasa dirugikan oleh pers dapat melakukan hak jawab atau hak koreksi.
Seseorang yang merasa kepentingannya dirugikan atau namanya dicemarkan melalui berita yang ditulis pers, harus menempuh mekanisme berupa hak jawa dan hak koreksi. Secara substansi UU Pers tidak menghalangi pihak yang dirugikan untuk melaporkan berita yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya, akan tetapi agar UU Pers dapat tegak maka harus ditempuh mekanisme hak jawab dan hak tolak. Apabila pers tidak memenuhi hak jawab tersebut maka pers tersebut akan dikriminalisasi dan diberi sanksi pidana yang cukup berat.
Penulis: Narayba Izaura