Malut, Investigasi.news – Belakangan ini kita di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, kerap mendengarkan kata ’money laundry’ atau pencucian uang yang sering diteriakkan aktivis antri korupsi dan pro demokrasi disini.
Sebenarnya apa sih Pencucian Uang itu ?
Secara definisi Pencucian uang adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Secara logika pencucian uang adalah kegiatan untuk menjadikan uang yang bukan milik kita menjadi milik dan kepunyaan kita, secara sederhana pencucian uang adalah kegiatan yang bertujuan menjadikan sesuatu yang ilegal menjadi legal.
Dari seringnya mendengarkan kata ‘pencucian uang’ dikumandangkan para demostran di Sula saat aksi turun ke jalan, lalu penulis coba merilis apa sebenarnya maksud para demonstran tadi, sebagai catatan bahwa apa yang disajikan penulis masih sebatas dugaan, bahkan asumsi yang masih harus di uji kebenarannya, namun kemudian hal ini tidak menjadi persoalan karena ini merupakan pendapat, dan menyampaikan pendapat dimuka umum dilindungi oleh Undang-undang.
Sedikitnya ada 3 poin yang menjadi kecurigaan penulis, pada metode pencucian uang pada APBD di Kab. Kepulauan Sula, namun sekali lagi penulis ingatkan bahwa ini masih sebatas dugaan.
1. Metode Cash Back
Pola ini seperti memberikan porsi yang besar untuk dikelola OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pada Dinas, Badan maupun Bagian kemudian ditarik kembali, sederhananya seperti menitipkan uang (APBD) tadi ke OPD.
Jika ini betul terjadi, maka seburuk apapun kinerja kepala dinas, kepala badan dan atau kepala bagian, kepala daerah akan susah menegur apa lagi menggantinya karena (maaf) setoran tadi.
Silahkan pembaca perhatikan dana pengelolaan sampah sebesar Rp 3,6 miliar pada bidang kebersihan dinas lingkungan hidup kebersihan dan pertamanan, atau coba pantau dana pengawasan sebesar Rp 1,1 miliar pada institusi Inspektorat serta dana haji pada bagian kesra.
Ketiga institusi ini patut menjadi perhatian publik, karena faktanya terdapat kejanggalan pada pelaksanaan anggaran yang dimaksud, namun kemudian hal tersebut tidak membuat Fifian Adeningsi Mus Bupati Sula untuk mengambil langkah evaluasi.
Metode Deposite Fee
Penulis mencurigai pola atau praktek ini dilakukan pada proyek-proyek yang dibiayai oleh DAU (APBD).
Metodenya (sekali lagi ini masih bersifat dugaan) dengan memberikan nilai lebih pada sebuah pekerjaan kemudian anggaran tersebut ditarik kembali dalam bentuk setoran.
Jika kemudian pola ini tepat terjadi, maka patut kita perhatikan proyek pembuatan taman mangon senilai Rp 3,8 miliar, pembangunan ruas Jalan Capalulu-Kaporo yang beberapa kali dianggarkan atau juga rehab masjid raya Al-Istiqomah Sanana yang juga dianggarkan lebih dari sekali dengan nilai yang fantastis.
Belum lagi dengan dugaan sejumlah proyek fiktif, atau juga proyek yang dikelolah pejabat Pemda Sula itu sendiri.
Metode Succes Fee Activity
Pada metode ini, penulis memperhatikan dari laporan APBD Kab. Sula yang belanja modalnya ternyata kecil dan jauh lebih besar biaya operasional.
Dari situ rasanya kita patut memperhatikan perjalanan dinas para pejabat di Sula, termasuk Fifian Adeningsi Mus Bupati Kepulauan Sula, yang pernah melakukan perjalanan ke Eropa dan Australia.
Kemudian selanjutnya, mari kita perhatikan tingginya kegiatan diluar daerah, seperti seringnya membuat kegiatan diluar Sula, misalnya Bimtek di Jakarta, Bali atau Manado.
Dari ketiga metode kegiatan diatas, meski disajikan secara sederhana bukan dengan data yang bersifat primer, sesungguhnya penulis ingin mengajak dari kita semua warga masyarakat Kab. Kepulauan Sula untuk meningkatkan fungsi pengawasan (control social) terhadap penggunaan APBD.
Karena APBD merupakan. Instrumen utama dan sangat penting untuk merealisasikan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah yang punya APBD sehat sudah barang tentu laju pembangunan dan pertumbuhan ekonominya bagus, sebanding dengan peningkatan kesejahteraan penduduknya, namun sebaliknya jika APBD suatu daerah tidak sehat tentu akan merugikan semua penduduk pada daerah tersebut, semua tinggal dari kita masyarakat Kab. Kepulauan Sula.