Kepemimpinan Bupati Sula Rasanya Seperti Mengulang Kembali Kediktatoran Rezim Soeharto

More articles

(Sebuah Catatan Kritis Untuk Pemimpin Yang Berhasrat Memenjarakan Rakyatnya)

Oleh: Presiden BEM STAI Babussalam Sula Maluku Utara.

Demokrasi merupakan suatu dasar dan jalan bagi sebuah bangsa untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, demokrasi juga telah menciptakan ikatan dalam melaksanakan pembangunan nasional, (Bung Karno).

Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenaranya dan tak bisa di kritik maka matilah ilmu alam itu, (Tan Malaka).

Di awali dengan dua narasi yang di sampaikan oleh kedua tokoh bangsa yakni Bung Karno dan Tan Malaka, hal ini menjadi semangat dalam menguraikan sejuta kata manis namun kritis untuk sang pemimpin saya di kabupaten kepulauan Sula.

Ketika kita kembali menoreh sejarah singkat Selama 22 tahun Soekarno menjabat setelah itu pada tahun 1967 Soeharto resmi dilantik sebagai presiden republik Indonesia dan di ambil sumpah oleh ketua MPRS sat itu Jenderal TNI Abdul Haris Nasution.

Soeharto di angkat menjadi Presiden kedua setelah Soekarno dilengserkan Negara Indonesia sudah tidak lagi menganut Negara Demokrasi karena telah didominasi oleh militer yang sangat kuat bahkan setelah Soeharto lengser dari kursi presiden banyak mewariskan sistem demokrasi yang korup banyak hutang di mana-mana, dan persoalan maraknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme baik di bidang politik maupun di bidang bisnis.

Setelah Negara di dominasi oleh militer segala ruang ekspresi Mahasiswa dan masyarakat dibungkam, hak demokrasi diperkosa oleh rezim diktator dan otoriter, dimasa kepemimpinan Soeharto terjadi krisis ekonomi yang dikenal dengan krisis moneter yang kemudian berimbas dengan terjadi kerusuhan 1998, yang diawali dengan kerusuhan di Medan yang menuntut adanya perubahan reformasi.

Baca Juga :  Walikota Tara Faduli BaHIM: Pembangunan Tanpa Perasaan

Masyarakat menuntut agar Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden Indonesia, sehingga kerusuhan pun meluas ke Yogyakarta, Surakarta, Bandung, Medan termasuk di Jakarta.

Demo besar-besaran terjadi didepan kampus Trisakti pada 12 Mei 1998 hingga menewaskan beberapa orang mahasiswa Trisakti.

Bahkan terjadi krisis Sosial, krisis Moral pembungkaman ruang demokrasi,saat mahasiswa dan masyarakat mengkritisi diculik, dipenjara, terjadi pemerkosaan dimuka umum ataupun didalam rumah, perampokan dan penjarahan terjadi di mana-mana.

Melihat kondisi Sula yang cukup menyedihkan persoalan kebijakan pemerintah yang dinilai cenderung ke hal-hal yang bersifat seremonial ini menjadi sesuatu yang cukup meresahkan masyarakat, sementara banyak janji dari rezim ini yang tidak terbukti, lihat saja janji konektivitas pulau Sulabesi dengan Mangoli melalui kapal Roro KMP. Sula Bahagia yang tadinya dijanjikan akan beroperasi pada Desember 2023 tapi sampai sekarang tidak terbukti, belum lagi janji Penyelesaian Tapal batas desa, atau janji untuk memproses menjadi desa definitif untuk rawa Mangoli dan Umaga, belum lagi janji DOB Mangoli Raya yang sampai sekarang hanya fatamorgana, sementara pekerjaan proyek besar seperti pekerjaan jalan-jalan di pulau Mangoli kemudian pembangunan RSP FAM Dofa, yang pengerjaannya sangat menyayat hati kita semua, ini kemudian menjadi problem sosial, namun sayang ketika masyarakat kritik penjara menjadi ancaman dari mereka yang berkuasa.

Baca Juga :  Eksploitasi dan Perdagangan Manusia

Mari, coba kita melihat lebih jauh persoalan problem sosial yang tidak terlepas dari infrastruktur pembangunan jalan jembatan, putaran ekonomi, kesehatan dan juga pendidikan empat hal ini yang saat ini perlu menjadi perhatian penuh pemerintah daerah untuk segera melakukan percepatan pemulihan kebutuhan yang sangat mendasar ini dengan tujuan adalah kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat kabupaten kepulauan sula.

Sejauh dalam masa kepemimpinan Bupati kabupaten Kepulauan Sula Yakni Hj. Fifian Ade Ningsi Mus Dan H. saleh Marasabesy rasanya seperti kita dipimpin oleh Rezim Soeharto yang kelihatannya terlalu diktator dan sering membungkam hak masyarakat untuk berpendapat menyampaikan pikirannya secara lisan maupun tulisan di muka umum yang telah di atur dalam konstitusi negara Indonesia, melihat fenomena yang terjadi, dimana menjadi persoalan ketika muncul sikap dari penguasa untuk penjarakan masyarakatnya, kepemimpinan Bupati Sula sedikitnya sudah 3 orang masyarakat yang dilaporkan ke pihak penegak hukum (polisi), ini sungguh merupakan sifat yang cukup arogan dan otoriter yang dimiliki oleh pemimpin kita saat ini.

Untuk melihat hal demikian kita uraikan, yang pertama kasus satu oknum wartawan Inisial (RL) yang melakukan tugas sebagai wartawan, kemudian dengan narasi kritisnya sering menayangkan berita yang mengevaluasi kinerja pemerintah FAM-SAH, lalu pernah berhadapan dengan penyidik SPKT Polres Sula karena diadukan/dilaporkan Bupati Ningsi dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Baca Juga :  Suara Rakyat, Menuju Masa Depan Dengan Pemimpin Baru Yang Segar

Yang kedua ada juga salah satu anak muda inisial (RZP) yang mengkritisi bupati lewat media sosial di akun FB itupun Di laporkan Bupati Ningsi melalui Kabag Hukum, dan yang ke-3 atau baru-baru ini, viral seorang masyarakat di pulau mangoli (HW) yang mengkritisi kinerja Bupati Ningsi dan kembali dilaporkan ke SPKT Polres Sula, hal ini cukup menarik perhatian publik dalam mendiskusikan kejadian aneh yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula dimana seorang Bupati lewat Kabag Hukumnya mempunyai hobi melaporkan masyarakatnya saat masyarakat tersebut mengeluarkan pendapat atau pikirannya di media sosial melalui narasi yang mengkritisi seorang Bupati Ningsi.

Menurut saya hal ini sangat naif dan terlihat lucu, sehingga terpikir apakah kejadian 1998 juga akan terjadi melihat fenomena kepemimpinan yang seperti ini (baca: mirip kepemimpinan Soeharto).

Menjadi seorang pemimpin tidak boleh mendahului sifat arogansi dalam mengambil sebuah keputusan apalagi keputusannya menyentuh langsung dengan hajat hidup orang banyak (masyarakat), untuk itu sebagai orang yang berpikiran merdeka saya mengecam keras sikap pemimpin yang coba mengurung pikiran dan jiwa kritis masyarakatnya, coba saja akan ada ribuan RL yang akan berontak, atau akan muncul banyak RZP dalam menyuarakan nurani untuk melawan tirani kekuasaan atau bahkan akan muncul jutaan HW dalam kritik atas kinerja mereka sang penguasa, katena saya yakin tidak akan padam obor perjuangan dalam melakukan check and balance terhadap pemerintah yang kebijakannya tidak pro rakyat, Merdeka !

- Advertisement -spot_img

Latest