Jayapura, Investigasi.News — Aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Malili, Senggi, dan sejumlah titik strategis di Papua kembali disorot tajam. LSM Barisan Rakyat Peduli Nusantara (Barapen) menuding adanya jaringan tambang ilegal yang rapi, sistematis, dan diduga dilindungi oleh oknum aparat penegak hukum (APH). Nama Mohctar Karindu disebut-sebut sebagai tokoh kunci yang mengatur jalannya operasi tambang tanpa izin tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Koordinator Barapen Edison Suebu, SH, menyebut bahwa aktivitas tambang ilegal ini bukan sekadar kejahatan lingkungan biasa, melainkan bagian dari jaringan kejahatan terorganisir yang telah berlangsung bertahun-tahun, melibatkan oknum LSM, APH, hingga pejabat setempat.
“Kami mencium adanya pola yang sistematis. Ini bukan gerakan sporadis. Ada aktor lapangan seperti Mohctar Karindu dan dugaan aliran uang ke sejumlah pihak agar tambang ilegal ini terus berjalan tanpa sentuhan hukum,” ujar Edison, Rabu (3/6/2025).
Barapen mengaku menerima laporan lapangan dari warga dan jurnalis lokal bahwa terdapat oknum LSM yang justru membatasi akses peliputan media, serta diduga menjadi bagian dari sistem perlindungan terhadap pelaku tambang ilegal. Beberapa LSM disebut menerima setoran rutin untuk menutupi pelanggaran di lapangan.
“Ini adalah pengkhianatan terhadap peran LSM sejati. Mereka mestinya jadi garda terdepan membela masyarakat dan lingkungan, bukan justru jadi makelar tambang,” tegas Edison.
Barapen juga mendesak agar audit independen dilakukan terhadap LSM yang dicurigai terlibat, sekaligus menelusuri aliran dana dari aktivitas tambang ilegal yang digunakan untuk membungkam suara kritis di lapangan.
Aktivitas tambang ilegal ini ditengarai melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk:
- Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyebutkan sanksi pidana bagi pelaku tambang tanpa izin resmi (IUP/IUPK).
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengingat dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan — mulai dari pencemaran sungai, degradasi hutan, hingga ancaman terhadap wilayah adat.
“Lingkungan Papua rusak, masyarakat adat terpinggirkan, dan hukum tidak hadir. Kalau hukum tak berpihak pada rakyat dan bumi Papua, lalu untuk siapa hukum ditegakkan?” sindir Edison tajam.
Barapen secara tegas mendesak agar Mabes Polri, Kementerian LHK, Komnas HAM, dan Ombudsman RI segera turun ke lapangan dan membentuk tim investigasi gabungan. Mereka juga menuntut Polda Papua untuk segera memproses hukum Mohctar Karindu dan rekan-rekannya, serta mengusut keterlibatan oknum aparat yang membekingi operasi tambang ilegal.
“Kami tidak ingin kasus ini ditutup-tutupi. Mabes Polri harus ambil alih, karena kepercayaan publik di Papua terhadap aparat lokal mulai runtuh,” ujar Edison.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan, termasuk Mohctar Karindu dan pejabat terkait, belum memberikan tanggapan resmi. Investigasi.News masih berupaya menghubungi mereka untuk klarifikasi dan hak jawab.
Namun bagi Barapen dan masyarakat adat, ini bukan lagi soal tambang semata — ini tentang nasib tanah, hak hidup masyarakat Papua, dan integritas hukum yang kian diragukan.
John